Liputan6.com, Jakarta - Monumen Nasional atau yang lebih dikenal dengan sebutan Monas, pada Minggu (12/7/2015) genap berusia 40 tahun. Monumen setinggi 132 meter (433 kaki) itu telah dibuka untuk umum sejak 12 Juli 1975 setelah pembangunan yang dimulai pada 17 Agustus 1961 rampung.
Dikutip dari jakarta.go.id, Monas merupakan monumen (tugu) yang melambangkan keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Terletak di tengah lapangan Merdeka, yang salah satu bagiannya yakni lapangan Ikada pernah digunakan Sukarno dan Hatta sebagai tempat mengadakan rapat raksasa. Keduanya menghimpun kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah yang akan kembali dan merebut kekuasaan pemerintah dari Jepang.
Dalam membangun Monumen Nasional, Proklamasi 17 Agustus 1945 dijadikan simbol yang dituangkan dalam wujud tugu, agar rakyat selalu bisa mengenang peristiwa yang luar biasa tersebut. Dengan mengambil perencanaan, konstruksi dan material dalam negeri, juga bantuan luar negeri dari Jepang, Jerman Barat, Italia, dan Perancis, pembangunan dilaksanakan dalam 3 tahap.
Advertisement
Tahap pertama pada kurun waktu 1961/1962 - 1964/1965, pembangunan dimulai secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh Presiden Sukarno yang secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968. Akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami 5 kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, 2 buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Monumen Nasional terdiri atas beberapa bagian, yakni: Pintu Gerbang Utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Puncak Tugu, Api Kemerdekaan, Badan Tugu. Seluruh ukuran yang terdapat dalam Tugu Nasional sudah disesuaikan dengan angka hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17-08-1945.
Sebelum pelaksanaan pembangunan sempat, diadakan sayembara terbuka untuk semua WNI baik secara kolektif atau individu, yang dibuka 17 Februari 1955 dan ditutup Mei 1956 yang diikuti 51 peserta. Terpilih sebagai peserta terbaik adalah F. Silaban, tetapi ia tidak mampu memenuhi syarat pembentukan tugu.
Sayembara ulangan dibentuk dengan juri dengan Kepres RI No. 33/1960 dan dimulai 10 Mei 1960. Bentuk tugu yang diinginkan panitia hendaknya mencerminkan kepribadian Indonesia, karya budaya yang menimbulkan semangat patriotik, tiga dimensi, tidak rata, menjulang tinggi, terbuat dari beton, besi, dan batu pualam, serta bisa tahan 1.000 tahun. Dalam sayembara ulangan yang ditutup 15 Oktober 1960, dari peserta 222 orang dan 136 rancangan, belum juga bisa memenuhi kriteria yang ditetapkan panitia.
Presiden Sukarno selaku ketua juri lalu menunjuk arsitek Soedarsono dan F. Silaban untuk membuat rencana rancangan Tugu Nasional. Setelah 'rencana gagasan' disetujui pada 1961, maka dimulai pemancangan tiang pertama tanggal 17 Agustus 1961.
Dalam pelaksanaannya, Soedarsono bertindak selaku direksi pelaksana, Prof. Ir. Rooseno sebagai supervisor dalam konstruksi beton bertulangnya, PN Adhi Karya sebagai pelaksana utama atas dasar upah ditambah jasa. Dalam hal wewenang kekuasaan daerah, koordinasi, logistik, perjanjian kerja dengan kontraktor dipegang oleh Umar Wirahadikusuma. (Mut)