Sukses

Horor MERS di Korsel dan "Obat Mujarab" Made in Korut

Di Korea Selatan, 186 orang telah terinfeksi MERS, 36 orang di antaranya meninggal dunia. Kasus terbesar di luar Arab Saudi.

Liputan6.com, Seoul - Tak terlihat senyum bahagia pasangan pengantin, juga para tamu. Mulut dan hidung mereka tertutup rapat masker berwarna putih.

Foto yang diambil dalam sebuah acara pernikahan yang digelar di Seoul pada Sabtu 6 Juni 2015 itu lantas menyebar di dunia maya, menjadi simbol horor yang dirasakan masyarakat Korea Selatan menghadapi "tamu tak diundang" yang sudah menghabisi nyawa manusia: Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

"Sangat menakutkan sekaligus menyedihkan," demikian komentar salah satu pengguna Facebook, seperti Liputan6 kutip dari Business Insider.

Namun, bantahan kemudian muncul dari penyelenggara pesta pernikahan tersebut, Hwang Myung-Hwan. "Pasangan tersebut sudah berfoto dengan pose normal, tanpa masker. Kemudian mereka memutuskan untuk iseng," kata dia.

Hwang menambahkan, pihaknya memang membagikan 200 masker dalam pesta pernikahan itu. Tujuannya, kata dia, sebagai pesan agar pasangan pengantin "hidup sehat bersama, selamanya".

Pengantin dan para tamu mengenakan masker dalam foto (Twitter/@HeyyItsJmo)

 "Foto tersebut tak dimaksudkan untuk menambah ketakutan terhadap MERS atau menakuti siapa pun," kata dia.

Diakui atau tidak, MERS menciptakan ketakutan di tengah masyarakat Negeri Ginseng -- sejak terkuak informasi tentang 2 orang meninggal dunia akibat penyakit pernapasan itu. Yang pertama adalah seorang perempuan berusia 58 tahun yang baru pulang dari Timur Tengah. Tak beberapa lama kemudian kakek 71 tahun jadi korban kedua.

Ibukota Seoul pun tak sehingar-bingar biasanya. Di sebuah bar di Distrik Gangnam, musik berdentum dari pengeras suara, film Harry Potter ditayangkan di televisi layar datar besar. Tapi, tak ada tamu yang datang. Sepi.

"Hantu" MERS membawa perubahan besar bagi rakyat Korsel. Sebanyak 2.400 sekolah ditutup. Pendapatan mal, restoran, dan bioskop menurun tajam. Di Insadong, Seoul, yang biasanya dipadati turis, mendadak lengang. Wisatawan asing pun membatalkan kunjungan, jumlahnya mencapai lebih dari 54 ribu.

Sementara, kota pelabuhan industri Pyeongtaek, di barat daya Seoul, di mana kasus MERS pertama kali terjadi, kondisi sempat mirip 'kota mati'. Belakangan, setelah isu MERS mereda, orang-orang mulai beraktivitas seperti biasa.

Di sisi lain, Korea Utara -- yang tengah mengembangkan senjata nuklir dan sesumbar menemukan hewan mistis unicorn -- pada pertengahan Juni 2013 mengklaim menemukan obat mujarab untuk mengobati penyakit yang sempat berjangkit di negara tetangga Korsel.

Korean Central News Agency, seperti dikutip Newsweek, mengabarkan para ilmuwan di Korut telah mengembangkan vaksin yang dinamakan Kumdang-2 atau "golden sugar", yang dibuat dari ginseng khusus yang ditumbuhkan dengan pupuk yang dicampur elemen langka dalam tanah.

Kumdang-2, yang diklaim obat mujarab produksi Korut (http://kumdang2.com/)

 

Para ilmuwan mengklaim, vaksin itu "sangat efektif dalam mencegah dan menyembuhkan virus MERS dan penyakit menular lain," demikian dikabarkan KCNA.

Kumdang-2 juga diklaim dapat digunakan untuk mengobati diabetes, kecanduan narkoba, flu burung, AIDS, penyakit jantung, impotensi, pilek, bahaya dari penggunaan komputer, insomnia, epilepsi, sistitis, semua bentuk hepatitis, TBC, berbagai kanker dan penyakit kelamin, serta menawarkan "resistensi terhadap penuaan" dan antiradioaktif.

Obat mujarab itu bahkan punya situs sendiri, tersedia dalam bahasa Inggris dan Rusia. "Setiap orang berhak untuk hidup sehat," demikian slogan di laman depannya.

2 dari 3 halaman

Kasus Terbesar di Luar Timur Tengah

Kasus MERS Terbesar di Luar Timur Tengah

Penyebaran MERS di Korea Selatan menarik perhatian dunia internasional karena untuk kali pertamanya, virus tersebut menyebar di luar Arab Saudi.

Diawali pada Mei tahun ini, seorang pria 68 tahun yang baru saja bepergian ke negara di Timur Tengah kembali ke Seoul dan mengalami gejala MERS. Pria itu didiagnosis mengidap virus tersebut pada 20 Mei.

Di Korea Selatan, sampai saat ini 186 orang telah terinfeksi MERS, 36 orang di antaranya meninggal dunia, dan 560 orang lainnya harus menjalani karantina, demikian seperti diberitakan Channelnewsasia.com. Meski begitu, 125 orang yang didiagnosis terkena virus tersebut telah dinyatakan pulih dan sudah keluar dari rumah sakit.

Sementara, Guardian memberitakan lebih dari 1.300 orang diperkirakan tengah dikarantina. Kekhawatiran tampak nyata dari penduduk Seoul yang beramai-ramai mengenakan masker.

Orang-orang memakai masker di tengah kekhawatiran soal MERS di Korea Selatan (Reuters)

 

Sebuah rumah sakit di Korea Selatan terpaksa menghentikan pelayanan kesehatan mereka pada 14 Juni 2015, setelah lebih dari 70 kasus MERS tertular dari bangsal darurat di RS tersebut, serta kematian akibat MERS mencapai 15 orang dalam 4 minggu.

Gara-garanya, para petugas medis di sana tak sadar tengah merawat seorang pasien MERS. Akibatnya, untuk sementara Samsung Medical Center di Seoul berhenti menerima pasien rawat jalan dan hanya akan  menerima pasien baru untuk mencegah infeksi lebih lanjut antara pasien dan staf medis.

Song Jae-hoon, Presiden Samsung Medical Center, mengungkapkan permohonan maafnya pada publik. "Kami mohon maaf karena menyebabkan keprihatinan ini, karena Samsung Medical Center menjadi pusat penyebaran MERS," katanya, seperti dikutip BBC.

"Hal ini sepenuhnya tanggung jawab dan kegagalan kami. Kami juga tidak mengelola ruang gawat darurat dengan baik," ujarnya lagi.

Selain Samsung Medical Center, ada 23 rumah sakit lainnya di Korea Selatan yang perlu diwaspadai karena pernah dikunjungi pasien MERS. Sejumlah 23 rumah sakit tersebut tersebar di Seoul, Gyeonggi, Chungnam, Jeonbuk, dan Daejeon.

Meskipun sebelumnya kasus MERS pernah muncul di luar negara-negara Timur Tengah (sejauh ini ditemukan di 26 negara), di Korea Selatan lah yang paling  banyak penyebarannya sampai saat ini.

Pemberitaan MERS semakin ramai ketika ada seorang pasien yang terpapar MERS di Korea Selatan bepergian ke China dalam kondisi sakit. Pada 29 Mei, Tiongkok mengonfirmasi pasien tersebut positif terkena MERS.

Negara berikutnya di Asia Tenggara yang mengonfirmasi adanya kasus MERS adalah Thailand, pada 18 Juni. Satu korban meninggal akibatnya.

Menurut Rajata Rajatanavin, Menteri Kesehatan Thailand, korban tersebut adalah seorang pria yang tiba dari negara Timur Tengah dan dirawat karena gangguan jantung. Bangkok Post mengabarkan, dua laboratorium melaporkan hasil positif MERS.

Sementara itu, seorang pria berusia 75 tahun dikarantina di Bamrasbaradura Infectious Diseases Institute, Provinsi Nonthaburi.

Pemerintah Thailand langsung melakukan tindakan preventif dengan memantau anggota  keluarga yang ikut bepergian dengan pasien tersebut serta 59 orang yang  melakukan kontak dengannya, termasuk penumpang pesawat dan sopir taksi.

Selain itu pemerintah Thailand memberlakukan pemindaian suhu tubuh pada setiap wisatawan di 67 titik masuk Thailand, meminta semua rumah  sakit untuk waspada, dan memeriksa secara menyeluruh orang-orang yang  datang dari Timur Tengah dan Korea Selatan.

MERS juga kembali mengintai Filipina -- yang melaporkan kasus kedua Sindrom Pernapasan Timur Tengah  (MERs-CoV), setelah sebelumnya seorang perawat yang pulang dari Arab  Saudi terinfeksi pada Januari lalu. Untungnya, perawat itu telah dinyatakan sembuh.

Filipina kembali melaporkan kasus ke dua Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERs CoV),

Sebelum kasus MERS kedua muncul di Filipina, seorang pria Jerman dikabarkan terjangkit virus tersebut lalu meninggal dunia pada 6 Juni 2015.

Staf Kementerian Kesehatan Jerman mengungkap, pasien meninggal akibat  komplikasi karena virus tersebut di Ostercappeln, sebuah kota yang  berada di barat laut Jerman. Ia terinfeksi virus ini saat berkunjung ke  Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Februari lalu.

Dikutip laman Huffington Post, ini adalah kematian warga Jerman pertama akibat MERS. Pihak kementerian kesehatan juga mengungkapkan bahwa tidak ada indikasi virus ini menyebar ke orang-orang di sekitarnya.

Telah dilakukan uji terhadap 200 orang dan semuanya negatif terinfeksi virus yang menyebabkan batuk, demam, dan radang paru-paru ini.

3 dari 3 halaman

Menular Antarmanusia?

Menular Antarmanusia?

Hal yang mengejutkan dari mewabahnya MERS di Korea Selatan adalah virus ini seharusnya tidak mudah menular antarmanusia.

Ilmuwan selalu menganggap MERS sebagai virus yang sejatinya hidup di hewan dan jarang sekali menyerang manusia. Pada masa lalu, ketika MERS mulai menjangkiti manusia, penyakit tersebut tidak berkembang terlalu jauh.

Pada kenyataannya masih sedikit sekali yang kita ketahui tentang MERS.

Virus ini pertama kali dilaporkan pada bulan September 2012 di Arab Saudi. Gejalanya seperti demam, batuk dan sesak napas, bersifat akut, biasanya pasien memiliki penyakit ko-morbid. Para ahli pun belum mengetahui dengan pasti bagaimana MERS ditularkan.

Fakta bahwa penyakit ini merupakan infeksi pernapasan yang bisa mematikan dan serumpun dengan SARS yang pernah menjadi pandemik global pada 2003, membuat badan kesehatan berjaga-jaga.

Kematian akibat MERS pertama terjadi di Jeddah pada Juni 2012. Sejak saat itu virus MERS telah bercokol di Arab Saudi, di mana diyakini hidup di tubuh kelelawar dan unta, serta jarang sekali menjangkiti manusia. Namun ketika virus itu menginfeksi manusia, bisa mengakibatkan kematian.

Unta akan dipasangi chip

 

Pasien biasanya mengalami demam, batuk, kedinginan, sakit tenggorokan, dan nyeri otot. Dalam minggu pertama, penyakit ini bisa secara cepat berkembang menjadi pneumonia. Hingga 40 persen kasus MERS menyebabkan kematian, terutama akibat demam tinggi dan pneumonia.

Secara historis, MERS tidak menyebar keluar dari rumah-rumah sakit atau lingkungan keluarga yang terinfeksi. Sebuah studi melacak 26 pasien MERS dan menemukan mereka hanya menularkannya pada 4 persen dari kontak orang terdekat mereka.

Studi lain mencatat bahwa tingkat penyebaran MERS di luar rumah sakit kurang dari 1, dengan kata lain, untuk setiap kasus MERS yang muncul di dunia, rata-rata kurang dari satu orang lainnya terjangkit virus tersebut.

Pengecualian bagi lingkungan rumah sakit, di mana virus MERS bisa mudah menyebar. Ada beberapa alasan untuk hal ini.

Para ahli percaya diperlukan proses terpapar MERS yang cukup panjang untuk membuat seseorang jatuh sakit. Selain itu ventilasi dan penyekat spasial di kamar-kamar rumah sakit semakin membuka peluang pada pasien untuk terjangkit virus tersebut.

Penyakit ini sepertinya cenderung menyerang orang-orang tertentu yang berada di rumah sakit, seperti: para lansia atau mereka yang tubuhnya sudah lemah akibat faktor lain seperti diabetes atau masalah pernapasan.

MERS cenderung menginfeksi sistem pernapasan bawah dan tidak mudah untuk dikeluarkan melalui batuk. Para ahli menduga alat bantu pernapasan di rumah sakit juga berperan menyebarkan virus itu.

"Prosedur medis pada pasien yang belum terdiagnosis, misalnya untuk membantunya bernapas, bisa menggerakkan aerosol dari paru-paru yang mengkontaminasi area itu dan menginfeksi orang-orang di sekelilingnya dengan virus tersebut," jelas Declan Butler dalam Nature. (Abd/Ein)

Video Terkini