Sukses

MA Diminta Tingkatkan Pengawasan di Lembaga Peradilan

Sejauh ini KY dinilai sudah bersikap aktif dengan melaporkan beberapa rekomendasi sanksi kepada hakim-hakim 'nakal'.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta mengawasi lebih ketat terhadap proses peradilan di Indonesia. Terutama usai terbongkarnya kasus dugaan suap yang dilakukan kantor pengacara Otto Cornelis Kaligis terhadap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan oleh ‎Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus itu menjadi bukti bahwa korupsi dunia peradilan masih ada. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai praktik korupsi peradilan terjadi karena tidak terkoordinasinya pengawasan antara MA dengan KY serta organisasi profesi untuk advokat.

Sejauh ini KY sudah bersikap aktif dengan melaporkan beberapa rekomendasi sanksi kepada hakim-hakim 'nakal'. Namun belum ada yang direspons MA terkait dengan kinerja para hakim saat menjalani persidangan.

"Apa yang terjadi di Medan adalah warning, harus menjadi perhatian bagi para hakim terhadap upaya-upaya tidak jujur dari pihak yang berperkara. Putusan harus berdasarkan fakta dan pembuktian selama persidangan. Jadi semua pihak harus jujur dalam menangani perkara," kata Miko di Jakarta Rabu (15/7/2015).

Sementara pengamat hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Choirul Huda meminta pengawasan terhadap pihak-pihak yang tertangkap tangan melakukan suap semakin diperketat. Kuat diduga praktik suap itu juga terjadi pada kasus yang kini melibatkan kantor pengacara OC Kaligis & Associates.

‎Praktik suap semacam ini, kata dia, adalah persoalan mental. Sangat mungkin hal yang sama juga dilakukan pada kasus lain, apalagi jika nilai perkaranya lebih menarik dan menawarkan keuntungan yang lebih besar.

"MA dan KY harus lakukan pengawasan lebih ketat kepada hakim-hakim dan perangkat pengadilan lainnya," kata Choirul Huda.

KPK ‎resmi menetapkan pengacara kondang OC Kaligis sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan dan pemberian suap hakim PTUN Medan, Sumatera Utara. KPK menetapkan Kaligis sebagai tersangka usai ditemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup.

Oleh KPK, Kaligis dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 a Pasal 5 a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ali/Ado)