Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik. Keduanya menjadi tersangka atas pelaporan Sarpin Rizaldi yang menjadi hakim dalam sidang Praperadilan Komjen Budi Gunawan.
Penetapan status tersangka terhadap 2 komisioner KY itu pun menimbulkan beragam reaksi. Penetapan yang berlangsung 'kilat' itu dianggap sebagai bentuk kriminalisasi Polri terhadap KY. Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjiatno bahkan menganggap putusan tersebut membuat situasi nasional menjadi gaduh.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun meminta agar kedua pihak, baik itu Hakim Sarpin, KY maupun Polri untuk saling menahan diri. Terlebih saat ini sedang dalam situasi menyambut hari raya Idul Fitri.
"Itu juga sebaiknya menahan diri, menghormati tugas masing-masing, tapi saling menghargai," ujar JK di sela-sela acara Open House di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (17/7/2015).
JK menjelaskan, maksud saling menghargai yang ia sampaikan JK yaitu sebagai lembaga pengawas kehakiman, KY harus menjaga etika dalam menyampaikan kritik dan saran sesuai dengan aturan. Selain itu Polri juga harusnya memberikan peringatan lebih dulu sebelum menetapkan dua komisioner KY sebagai tersangka.
"KY tentu tugasnya mengawasi hakim, pengadilan dengan cara sesuai aturan yang wajar. Artinya jangan dulu mengumbar pernyataan sebelum kasusnya selesai. Tidak bisa mendahului. Polisi juga harusnya somasi dulu, jangan langsung tersangka," kata JK.
JK pun yakin bila masing-masing lembaga tersebut melakukan tugasnya sesuai dengan aturan dan etika, maka kasus pelaporan hakim Sarpin yang berbuntut pada penetapan tersangka 2 Komisioner KY itu tidak akan terjadi. "Semua harus menjalankan tugasnya, tidak bisa mendahului, tapi sesuai etika," imbau dia.
Sudah Tepat
Sementara itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai penetapan status tersangka 2 komisioner KY oleh Bareskrim sudah tepat dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Kan yang dilakukan Pak Budi Waseso (Kabareskrim) memang pekerjaan polisi. Siapa saja yang melapor itu boleh, mau gelandangan, pejabat, nelayan, petani, wartawan boleh saja lapor. Kita lakukan penyelidikan apakah yang dilakukan itu tindak pidana atau bukan. Kalau tindak pidana, tentu kita proses kita tingkatkan ke penyelidikan, kita cari tersangkanya, setelah itu kita proses lanjut," jelas Badrodin.
Menurut dia, Polisi tidak bisa begitu saja menghentikan proses penyidikan dan melepas status tersangka walaupun muncul protes dari berbagai kalangan. "Kalau ada yang tidak puas, polisi tidak bisa menghentikan begitu saja. Harus ada dasar hukumnya. Dalam KUHAP itu sudah ada. Kalau tidak memenuhi syarat itu tentu kita polisi tidak bisa menghentikan," tegas dia.
Satu-satunya cara yang bisa menghentikan penyidikan kasus tersebut bila Hakim Sarpin, sebagai pihak yang melapor mencabut gugatannya. Karena itu, ia meminta kepada pihak manapun yang keberatan dengan status tersangka dua komisioner KY itu untuk melakukan mediasi atau membujuk hakim Sarpin untuk mencabut gugatannya.
"Salah satu syaratnya bukan damai. Salah satunya itu dicabut. Kalau itu dicabut, itu bisa dihentikan. Siapa saja yang merasa tidak adil ya coba saja didamaikan, memediasi, membantu mediasi. Bukan terus polisinya suruh mundur. Polisinya sudah sesuai dengan ketentuan hukum. Kecuali kalau tidak sesuai dengan ketentuan hukum," tutup Badrodin. (Luq/Mut)
JK Minta Polri, Hakim Sarpin dan KY Menahan Diri
Bareskrim Polri menetapkan Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri sebagai tersangka pencemaran nama baik.
Advertisement