Liputan6.com, Jakarta - Pengacara senior Otto Cornelis atau OC Kaligis ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terkait kasus dugaan suap Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara. Akibatnya, dia harus menutup kantor OC Kaligis and Associates.
"Saya mesti tutup kantor lho, nama saya rusak," kata OC Kaligis sebelum mengikuti ibadah di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/7/2015).
Tidak hanya itu, OC Kaligis menuturkan, dirinya juga harus menghentikan pembiayaan beasiswa kepada beberapa anak buahnya yang sedang menimba ilmu di dalam maupun luar negeri.
"Yang saya kasih beasiswa itu saya berhentikan semua, 10 di luar negeri, 2 di dalam negeri‎. Tahun depan harusnya 50 (saya beri beasiswa). Hancur saya punya karier," keluh ayah Velove Vexia ini.
Tersangka
KPK saat ini tengah mendalami dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, dan ‎pengacara kondang Otto Cornelius Kaligis ‎dalam kasus dugaan penerimaan dan pemberian suap kepada hakim PTUN Medan.
Keduanya sudah diagendakan diperiksa sebagai saksi oleh penyidik. Gatot dan Kaligis diperiksa untuk melengkapi berkas pemeriksaan tersangka Gerri.
Kasus ini terungkap dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sumatera Utara, Kamis 9 Juli 2015 malam. Pada OTT itu, KPK menangkap tangan 5 orang, yakni Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro bersama 2 koleganya sesama hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting,‎ panitera pengganti PTUN Syamsir Yusfan, serta seorang pengacara dari kantor OC Kaligis & Associates, M Yagari Bhastara alias Gerry.
Kurang dari 24 jam kemudian, usai pemeriksaan secara intesif, KPK akhirnya resmi menetapkan kelimanya sebagai tersangka. Gerry diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Tripeni, Amir, Dermawan, dan Syamsir ditengarai selaku penerima suap.
Sementara OC Kaligis resmi menjadi tersangka kasus dugaan suap hakim PTUN Medan sejak 14 Juli 2015. Ia pun langsung ditahan usai diperiksa selama 5 jam oleh penyidik. Dia akan mendekam di Rutan Guntur untuk 20 hari ke depan.
Dia diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2010 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHPIdana. (Ndy/Yus)