Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum OC Kaligis dan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) melaporkan penangkapan terhadap klien mereka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka menilai tindakan penyidik bukanlah penangkapan, melainkan perampasan kemerdekaan.
"Itu bukan penangkapan, tapi perampasan kemerdekaan," ucap salah satu pengacara OC Kaligis, Johnson Panjaitan, di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (24/7/2015).
Menurut Johnson, penyidik KPK tidak menjalankan prosedur penangkapan sesuai dengan aturan yang berlaku. OC Kaligis tidak pernah diperiksa sebagai saksi, tapi langsung dijemput paksa.
"Kenapa ditangkap pada 14 Juli? Kenapa harus dirampas kemerdekaannya saat berada di tempat publik? Ini bukan tangkap tangan. Lalu tindakan berlanjut pada penahanan," lanjut Johnson yang juga penasihat hukum Suryadharma Ali itu.
Sementara, Ketua AAI Humprey Djemat mengatakan, semua data dan dokumen yang dibutuhkan Komnas HAM telah diserahkan. Kini, dia menunggu tindak lanjut dari Komnas HAM atas aduan ini.
"Kami melapor mengenai adanya prosedur penanganan kasus yang melanggar HAM dan diskriminasi terhadap OC Kaligis. Perampasan kemerdekaan saat dari Hotel Borobudur dan adanya isolasi," pungkas Humprey.
Pada perkara ini OC Kaligis ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan anak buahnya M Yagari Bhastara. Pengacara kondang itu diduga menyuap 3 hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara terkait perkara yang mereka tangani.
Atas perbuatannya, OC Kaligis disangka dengan pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. (Ans/Rjp/Ein)
Advertisement