Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) yang menjadi tersangka kasus dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara, menyoroti sistem isolasi bagi para tahanan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka menilai hal itu sebagai bagian dari perampasan kemerdekaan. Karena itu, dugaan tersebut diadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Isolasi jelas dong perampasan kemerdekaan. Di KUHAP enggak ada larangan ada akses ke keluarga. Kalau dibuat sendiri jelas melanggar undang-undang," ucap Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humprey Djemat di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Jumat (24/7/2015).
Advertisement
Menurut Humprey, KPK tidak mengizinkan pengacara kondang itu bertemu siapa pun termasuk kuasa hukum dan keluarga. Kaligis baru diperbolehkan bertemu setelah 7 hari penahanan.
Sistem isolasi yang diterapkan KPK juga dipertanyakan kuasa hukum lainnya, Johnson Panjaitan. Johnson mengatakan, isolasi itu jelas membuat hak dasar OC Kaligis sebagai tersangka tidak terpenuhi.
"Tidak boleh bertemu dengan siapa pun kecuali dipanggil KPK. Konsekuensinya hak dasar dia tidak bisa didapat. Tidak bisa mengakses advokat dan keluarga," tegas Johnson.
Pria yang juga menangani kasus Suryadharma Ali itu menambahkan, sikap KPK itu tidak bisa membedakan mana tahanan dan narapidana. Padahal, tahanan masih layak untuk diterapkan asas praduga tidak bersalah.
"Kita harus memberi pembelajaran yang benar. Karena tidak ada satu pun mandat yang hak asasinya dicabut karena dia koruptor, teroris, atau narkoba. Semangat kita memberantas korupsi, tapi tidak melanggar konstitusi dan HAM," tegas Johnson.
Beda dengan SDA
Tim kuasa hukum OC Kaligis mempertanyakan sistem isolasi yang diterapkan KPK. Mereka melihat sistem ini sangat diskriminatif dan subjektif, terlebih tidak masuk dalam KUHAP.
Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humprey Djemat mengatakan, isolasi yang diterapkan KPK kepada OC Kaligis sampai 7 hari. Padahal, jika dilihat dari tersangka lainnya, tidak semuanya penuh 7 hari."Suryadharma hari kedua sudah bisa ditemui oleh kuasa hukum dan keluarga. Kalau itu standar KPK, kok beda," ujar Humprey di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat 24 Juli 2015.
Setelah 7 hari, pengacara kondang itu juga tidak bisa bebas bertemu dengan kuasa hukum dan keluarga. KPK hanya mengizinkan seorang kuasa hukum untuk menemui Kaligis.
Bukan hanya itu, keluarga hanya bisa menemui Kaligis jika sudah masuk dalam daftar yang ada di KPK, sehingga tidak bisa seluruh keluarga menemuinya.
"Bagaimana kalau 100 orang mendampingi siap enggak KPK. Supaya ada perubahan, sehingga tidak merasa dizalimi dan diskriminasi," imbuh dia.
Sementara, kuasa hukum lainnya, Johnson Panjaitan mengatakan, banyak tahanan yang mengeluhkan fasilitas di Rumah Tahanan (Rutan) Guntur maupun Rutan KPK. Hal itu juga bisa menjadi pertimbangan Komnas HAM saat berkomunikasi dengan pimpinan KPK.
Ia ingin KPK mempertimbangkan jumlah kuasa hukum yang dapat mendampingi Ayahanda artis Velove Vexia itu selama dalam tahanan. Sebab, pendampingan itu merupakan hak setiap tahanan.
"Yang boleh mendampingi hanya 1 orang. Sementara kami ini ada 127 orang. Apakah seorang ketum, saya Pak Humprey bisa bilang cuma saya yang bisa. Kan tidak," jelas Johnson.
"Kami ingin Komnas HAM segera menyelidiki laporan kami. Supaya kasus ini selain pembelajaran agar HAM berdiri tegak tapi pemberantasan korupsi jalan terus," tutup Johnson.
OC Kaligis ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan anak buahnya M Yagari Bhastara karena diduga menyuap 3 hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara terkait perkara yang mereka tangani.
Atas perbuatannya, OC Kaligis disangka dengan pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. (Ans/Rjp)