Liputan6.com, Jakarta - Dari kasus dugaan korupsi yang menjerat Dahlan Iskan, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp 33 miliar. Kerugian itu berasal dari proyek pembangunan Gardu Induk PLN di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada tahun anggaran 2011-2013.
Namun pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyatakan kerugian negara yang dikeluarkan atas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwalian DKI Jakarta tersebut hanya merupakan kerugian yang timbul dari pembangunan 2 Gardu Induk. Belum mencakup seluruh gardu yang berjumlah 21 gardu dengan total nilai proyek mencapai lebih darii Rp 1 triliun.
"Kerugian itu hanya sebagian kecil. Kerugian itu hanya berasal dari 2 gardu saja. Kalau 21 gardu sudah berapa itu totalnya. Belum (gardu) di seluruh Indonesia. Itu terserah alibi dia. Pokoknya kita sudah berjalan terus. Kerugian semua sudah dihitung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Ida Bagus usai menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
Namun hingaa saat ini pihak Kejati DKI Jakarta menyatakan belum menerima secara penuh total seluruh kerugian negara yang disebabkan oleh kasus korupsi yang ditujukan kepada Dahlan Iskan sebagai mantan Dirut PLN. Pihaknya masih menunggu hasil audit keluar dari BPKP.
"Kerugian itu sudah dihitung seluruhnya oleh BPKP. Tapi nanti untuk seluruhnya tunggu hasil auditnya terlebih dahulu. Mudah-mudahan (keluar hasil auditnya) dalam waktu dekat," tutur Ida Bagus.
Terkait alasan penetapan tersangka secara tiba-tiba yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dalam praperadilan kliennya Dahlan Iskan, pihak Kejati DKI Jakarta menuturkan untuk menyerahkan semua itu pada proses hukum yang berlaku. Pihaknya menegaskan bahwa penyidikan dan penyelidikan kasus yang menimpa Dahlan telah dilakukan sejak lama.
"Perlu diketahui kita sudah lakukan penyidikan dan penyelidikan sejak Juli 2014 lalu. Buktinya pun sudah banyak. Ada 15 penyidikan yang mendasari dan kita temukan 335 bukti surat, ada 39 saksi, dan belum lagi dokumen dokumen lain yang terkait. Semua proyek itu jadi terbengkalai," ungkap dia.
Kejanggalan Versi Dahlan
Kejanggalan Versi Dahlan
Pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra mengungkap adanya kejanggalan. Ia menyatakan bahwa kasus yang disangkakan pada kliennya merupakan kasus di mana proyek tersebut bukan berada pada masa bakti Dahlan sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa praperadilan tersebut diajukan.
"Pertama apa yang dituduhkan Pak Dahlan itu tak sesuai dengan waktunya. Karena apa yang ditujukan Pak Dahlan pada waktu itu tidak lagi menjadi Dirut PLN. Semua yang disangkakan sudah 26 Oktober 2012," kata Yusril di PN Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
Terkait sangkaan kasus yang ditujukan Kejati DKI Jakarta kepada Dahlan Iskan tercatat negara dirugikan dengan total nilai mencapai lebih dari Rp 33 miliar. Kerugian itu berasal dari proyek Gardu Induk PLN dengan total nilai proyek lebih dari Rp 1 triliun.
Kerugian negara yang muncul dari hasil audit Badan Keuangan Negara dan Pembangunan (BPKP) perwalian DKI Jakarta itu ditampik keras oleh Yusril. Menurut dia, BPKP tidak berwenang untuk menghitung kerugian negara.
"Menduga boleh saja, tapi itu hasil perhitungan siapa. Berdasarkan UU dan fatwa MA, satu-satunya yang boleh menghitung kerugian negara yaitu hanya BPK," pungkas Yusril.
Sidang praperadilan ini dimulai sejak pukul 09.50 WIB di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan. Sidang hanya dihadiri pengacara tanpa dihadiri Dahlan Iskan, dan pihak Kejati DKI Jakarta sebagai termohon. Sidang yang dipimpin Lendriaty Janis berakhir pada pukul 11.45 WIB.
Sidang yang beragendakan pembacaan permohonan dari pihak pemohon dan jawaban dari pihak termohon akan dilanjutkan besok hari dengan agenda pembacaan replik dari pemohon, yakni pihak Dahlan Iskan.
Dahlan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati DKI Jakarta pada 6 Juni silam karena diduga melakukan korupsi dalam proyek pembangunan 21 Gardu Induk. Saat itu ia menduduki posisi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara atas kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 33 miliar.
Kejati DKI Jakarta menjerat Dahlan sebagai tersangka karena diduga telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.‎ (Cho/Mut)
Advertisement