Liputan6.com, Jakarta - Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yenti Ganarsih mengatakan, 48 Calon tengah mengikuti tes tahap III atau profile assessment. Dalam tes ini, semua calon pimpinan KPK telah menyerahkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) alias surat berkelakuan baik.
Yenti mengatakan, dengan adanya SKCK itu, maka para calon ini bersih namanya, misalnya dari kasus-kasus hukum yang pernah menjeratnya di masa lalu.‎
"Mereka sudah dapat SKCK artinya mereka yang daftar sejak awal tidak ada masalah. Kita tracking, dan sudah saya kirimkan sendiri ke Kapolri, Kejaksaan, dan ke BIN. Artinya ini clear dan mereka jadi pimpinan tidak mungkin lagi kalau dikriminalisasikan atas perbuatan hukum di masa lalu," ‎ucap Yenti di sela tes profile assessment di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Kesehatan, Jalan Hang Jebat Raya, Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
‎Karenanya Yenti mengharapkan tidak ada lagi pimpinan KPK dikriminalisasikan oleh pihak tertentu. Hal itu ia katakan, mengingat 2 pimpinan KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terjerat kasus di kepolisian karena kasus hukum di masa lalu yang dianggap belum selesai.
"Karena begini, yang lalu saya merasa ada sesuatu yang tidak logis.‎ Jadi paling penting yang jadi sorotan adalah bahwa capim ini jangan sampai dikriminalkan. Karena mereka sudah punya SKCK," kata Yenti.
Jangan Dijegal
Baca Juga
Yenti tidak menginginkan, hasil kerja keras Pansel selama proses ini jadi sia-sia karena persoalan kecil, dalam hal ini kasus-kasus hukum lama yang sudah selesai para pimpinan KPK diungkit lagi.‎
"Ini seleksi sudah sedemikian rupa dan melelahkan tahapannya, terus tiba-tiba hancur gara-gara persoalan kecil, atau kasus yang hukum pidana yang ancaman pidananya di bawah 2-3 tahun," ucap dia.
Karenanya, Yenti menambahkan, jika Kepolisian atau penegak hukum lain ingin melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap kasus-kasus hukum si calon lebih baik dilakukan di waktu sekarang. Jangan sampai mereka sudah resmi menjadi pemimpin KPK lantas dijegal lagi.
"Jadi ini kesempatan bagi Polri, BIN itu, sekarang untuk mencari persoalan hukum. Jangan tiba-tiba di tengah-tengah dijegal dengan persoalan masa lalu. Jadi pada intinya, yang jadi prioritas, jangan ganggu mereka bekerja nantinya karena kasus hukum di masa lalu. Karena apa? Karena sudah clear dengan adanya SKCK dan tracking tersebut," ucap dia.
Karena itu, Yenti meminta semua stakeholder terkait harus fair dengan hal ini. Misalnya, laporan mengenai SKCK dan tracking Pansel ini sudah dilaporkan ke Kapolri, maka Kapolri wajib meneruskannya ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) dan atau selanjutnya ke Polda-Polda.
"Jadi kepolisian, Kapolri serahkan ke Kepala Bareskrim. Kemudian dari Kabareskrim ke Kapolda. Jangan ketika seseorang tengah mengusut kasus yang berkaitan dengan instansi digoyang dengan kasus masa lalu. Ini tidak fair dan tidak masuk akal," ucap Yenti. (Mvi/Ans)
Advertisement