Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan jasa ojek berbasis internet seperti Go-Jek dan GrabBike, mulai menuai masalah. Mereka mendapat penolakan hingga penganiayaan dari para ojek pangkalan.
Hal ini juga menjadi pembahasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan Polda Metro Jaya hari ini. Dia menilai, bila ojek ingin dilegalkan, harus ada undang-undang yang diubah.
"Ojek bisa ada karena butuh. Harusnya yang buat undang-undang harus revisi, jangan undang-undang menghambat kita untuk menolong warga, manfaat, mudarat," kata Ahok di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
"Masa undang-undang membuat mudarat lebih banyak. Undang-undang harus mengikuti manfaat, ya revisi dong undang-undangnya, jangan orangnya yang disengsarakan. Kitab suci yang enggak boleh diubah, kalau undang-undang boleh," sambung dia.
Kalau merujuk pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), ojek memang tidak masuk dalam sistem transportasi. Tapi menurut mantan anggota Komisi II DPR RI itu, keberadan ojek sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya di Ibukota.
"Pelacur juga enggak diakui dalam undang-undang Indonesia. Itu namanya diskresi. Tahu sama tahu, kalau kata polisi 86, 86 saja. Habis mau gimana? Sekarang kalian butuh ojek enggak?" tanya Ahok.
Karena itu, pria asal Belitung Timur itu mengimbau para tukang ojek konvensional, untuk bergabung dengan Go-Jek, GrabBike, atau jasa transportasi berbasis serupa. Sehingga penghasilan mereka pun terjamin.
"Itu akan memudahkan Anda dapat penumpang, sama seperti taksi. Sekarang taksi pakai GPS atau radio enggak? Pakai. Supaya mereka gampang dapat penumpang. Nah, biar ojek-ojek supaya enggak rugi, enggak nongkrong, enggak kemana-mana sembarangan, pakai sistem teknologi," imbau Ahok. (Rmn/Mut)
Ahok: Ojek Bisa Ada Karena Butuh, Perlu Revisi UU Transportasi
Kalau merujuk pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), ojek memang tidak masuk dalam sistem transportasi.
Advertisement