Sukses

Hakim Perintahkan Jaksa Panggil Paksa Mantan Kepala SKK Migas

Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, majelis hakim yang diketuai Artha Theresia Silalahi sempat geram.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan tersangka Waryono Karno.

Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, majelis hakim yang diketuai Artha Theresia Silalahi sempat geram. Hal itu lantaran salah satu orang yang dianggap saksi kunci perkara ini, Rudi Rubiandini tidak hadir dalam persidangan.

Hakim Artha pun akhirnya memerintahkan jaksa penuntut umum KPK untuk memanggil paksa mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin tersebut untuk dihadirkan dalam sidang selanjutnya.

"Majelis akan mengeluarkan penetapan untuk pemanggilan paksa yang bersangkutan pada persidangan selanjutnya. Kalau tidak mau angkut saja," ujar hakim Artha Theresia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/7/2015).

Pada perkara ini, Waryono Karno didakwa dengan 3 dakwaan, yakni telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi yang atas perbuatanya itu negara telah dirugikan sebesar Rp 11.124.736.447.

Ia diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Kedua, Waryono didakwa telah memberikan suap sebesar USD 140.000 kepada Sutan Bhatoegana selaku Ketua Komisi VII DPR. Karena itu Waryono diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a subsdair Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terakhir, mantan Sekjen ESDM Waryono juga didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar US$ 284.862 dan US$ 50.000. Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Ndy/Mut)