Liputan6.com, Jakarta - Kekeringan akibat musim kemarau mulai memberi dampak di 3 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jambi dan Bengkulu. Dampak yang ditimbulkan tidak sama. Di Jawa Tengah, misalnya, kekeringan menyebabkan warga di sejumlah kabupaten mengeluhkan sulitnya air untuk pertanian dan kebutuhan pokok seperti untuk minum.
Sedangkan di Jambi, kemarau mengancam lahan pertanian di daerah itu. Tak hanya mengakibatkan kebakaran, sejumlah persawahan juga terancam gagal panen. Salah satunya di Kabupaten Bungo, tak kurang dari 1.085 hektare sawah mengalami kekeringan.
Sedangkan di Bengkulu, tidak turunnya hujan sejak 2 bulan terakhir mulai berdampak dan dirasakan warga. Saat ini disejumlah daerah, air untuk keperluan mencuci pakaian dan minum saja warga harus membeli air galon lantaran air sumur dan bendungan mengering.
Berikut dampak kekeringan yang dialami 3 provinsi:
Â
Jawa Tengah
Dampak dari musim kemarau panjang sudah dirasakan masyarakat di Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebutkan ada 29 titik di wilayah itu yang mengalami kekeringan. Wilayah kekeringan itu tersebar di 10% dari seluruh desa dan kelurahan di Jawa Tengah.
"Kekeringan ada di 29 titik. Kalau di wilayah selatan ada di Wonogiri dan Sukoharjo. Sedangkan wilayah tengah ada di daerah-daerah pegunungan. Sedang di wilayah utara ada di Grobogan, Blora, Pati, Rembang, Brebes," ungkap mantan anggota DPR ini di Solo, Jumat (31/7/2015).
Ganjar mengaku sudah menyiapkan beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah kekeringan. Pemprov juga telah menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk membantu pengiriman air. Â
"Kalau dari kita sudah menyiapkan anggaran besar untuk droping air, ada sekitar Rp 20 miliar. Tetapi dana itu masih bisa ditambah dari masing-masing kabupaten atau kota," ungkap dia.
Selain menyiapkan dana, Ganjar juga sedang mencari alternatif lain untuk mengairi pertanian. Ia memiliki 2 cara, yakni mencari sumber air alternatif dan membuat sumur artesis.
"Kalau sumber air alternatif biasanya nanti dari Bengawan Solo atau dari sumur artesis. Ya selebihnya nanti sawahnya puso. Kalau memang puso ya kita enggak bisa ngapa-ngapain. Selebihnya kita bisa salat istisqa," pungkas dia.Â
Â
Advertisement
Jambi
Musim kemarau di Provinsi Jambi mulai berdampak pada lahan pertanian di daerah itu. Tak hanya mengakibatkan kebakaran, sejumlah persawahan juga terancam gagal panen. Salah satunya di Kabupaten Bungo, tak kurang dari 1.085 hektare sawah mengalami kekeringan.
"Luas sawah yang kekeringan itu mencapai 35% dari total luas sawah di Kabupaten Bungo yang mencapai 5.000 hektare lebih. Jika tak kunjung hujan, sangat memungkinkan gagal panen," ujar Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bungo, Khairul Saleh kepada Liputan6.com, Jumat (31/72015).
Bahkan, kata dia, dari 1.085 hektare sawah yang terancam gagal panen tersebut, 548 hektare di antaranya saat ini kondisinya amat parah, kekeringan dan tanaman padi menguning hampir mati.
Khairul menyebutkan, sejumlah kecamatan di Bungo yang dilanda kekeringan di antaranya adalah Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, Tanah Sepenggal, Tanah Tumbuh dan Kecamatan Bathin III Ulu.
"Untuk mengantisipasi kekeringan ini, kami sudah menyiapkan 30 unit mesin pompa air. Petani bisa mengajukan mesin pompa air ke dinas pertanian," imbuh Khairul.
Sementara itu, Imam (45) salah seorang petani di Kecamatan Tanah Sepenggal mengakui, meski ada bantuan mesin pompa air, hal itu belum bisa memasok air untuk mengairi sawah di desanya. "Apalagi jarak sawah ke sungai cukup jauh, air di sungai juga kering dan kurang," kata Imam.
Musim kemarau di Jambi sudah berlangsung hampir 8 bulan lebih. Selain kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, akibat kemarau juga melanda sektor perikanan. Ribuan petak keramba ikan dan kolam kekurangan air. Imbasnya, produksi ikan keramba dan kolam di Jambi merosot 35%.
Â
Bengkulu
Tidak turunnya hujan sejak 2 bulan terakhir mulai berdampak dan dirasakan warga di Bengkulu. Saat ini disejumlah daerah, air untuk keperluan mencuci pakaian dan minum saja warga harus membeli air galon lantaran air sumur dan bendungan mengering.
Hal ini antara lain terjadi di Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Mukomuko, Seluma, Kota Bengkulu, Bengkulu Selatan dan Kaur.
"Selama ini kami mandi hingga minum dari air sumur. Namun, kini air sumur sudah mengering dan tak bisa naik lagi oleh mesin air. Begitu juga dengan air bendungan, juga sudah mengering. Kini untuk minum dan mencuci pakaian kami membeli air galonan," kata Dasniati (35), warga Desa Air Buluh, Kabupaten Mukomuko, Jumat (31/7/2015)
Sedangkan di Kabupaten Seluma, warga masih memanfaatkan air bendungan air Seluma yang biasanya mengaliri persawahan. Air ini digunakan untuk mandi, cuci pakaian dan untuk minum karena air sumur yang mengering.
"Masih ada yang mandi dan mencuci di rumah, tapi hanya segelintir warga yang memiliki sumur bor. Karena kami warga yang tak memiliki sumur bor, sudah sekitar satu bulan ini mandi dan mencuci pakaian hingga untuk air minum dari air bendungan," terang Lisa, warga Seluma Barat.
Di Kota Bengkulu, air sumur warga hanya bisa disedot satu kali dalam sehari semalam lantaran air yang sudah hampir berada di dasar sumur. Kebiasaan warga, air sumur disedot pada waktu subuh karena airnya lebih banyak dan bersih dibandingkan pada siang hari.
"Maksimal 50 liter satu kali sedot dalam sehari semalam. Dengan jumlah anak 3 orang di rumah saya, air sebanyak ini tidak cukup. Karena itulah, kami untuk minum dan keperluan lain beli air galon," terang Obar, warga Tengah Padang, Kota Bengkulu.
Sementara Wakil Bupati Bengkulu Tengah Muhammad Sabri meminta BPBD Bengkulu Tengah untuk melakukan tanggap darurat dengan membagikan air bersih kepada warga yang mengalami kekurangan air bersih.
"Gunakan tangki, bagikan air bersih kepada warga. Jika tidak bisa 2 hingga 3 kali sehari, 1 kali jadilah. Terpenting warga terbantu mendapat air bersih. Jangan sampai tidak ada bantuan sama sekali," ujar Sabri. (Ado/Yus)
Â
Advertisement