Sukses

Pengacara Dahlan Iskan Permasalahkan Penyidik Jadi Saksi

Yusril mengatakan, keterangan yang disampaikan penyidik Kejati DKI Jakarta sudah dapat diketahui arahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai pihak Termohon dalam gugatan praperadilan yang diajukan mantan Dirut PLN Dahlan Iskan menghadirkan saksi fakta. Saksi itu merupakan penyidik Kejati, Sarif Nahdi.

Kehadiran penyidik untuk bersaksi dipermasalahkan pengacara Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra. Menurut dia, tidak sepatutnya seorang penyidik menjadi saksi dalam perkara yang sedang ditanganinya.

"Kami anggap tidak sepatutnya penyidik perkara, dijadikan saksi fakta, karena dia ikut menyidik," ujar Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (31/7/2015).

Yusril mengatakan, keterangan yang disampaikan penyidik sudah dapat diketahui arahnya. Penyidik tersebut akan membenarkan apa yang telah dilakukannya dalam melakukan penyidikan.

"Misalnya saya ikut menyidik, ini hasil penyidikannya, terus saya dihadirkan sebagai saksi fakta, tentu dong saya membenarkan ‎apa yang saya lakukan," jelas Yusril.

Selain itu, menurut dia, keterangan yang disampaikan penyidik tersebut tidak dapat dijadikan bukti baru. Sebab, apa yang disampaikan, bentuknya sudah tertulis dalam surat atau laporan penyidikan.

‎"Kemudian apakah keterangan dia (penyidik) itu menjadi bukti atau tidak, menurut saya tidak, alat buktinya itu alat bukti surat, kalau dia menerangkan, maka alat buktinya tetap 1, tidak menjadi 1 alat bukti lagi, tidak menjadi 2," pungkas Yusril.

Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN sekaligus Menteri BUMN ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN Persero tahun anggaran 2011-2013, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.

Selain Dahlan, Kejati DKI Jakarta juga menetapkan 15 orang lainnya sebagai tersangka. Semua dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Mvi/Yus)

Video Terkini