Liputan6.com, Jakarta - Musim kemarau disertai El Nino mengakibatkan kekeringan dan krisis air bersih di beberapa wilayah di Indonesia. Sawah-sawah terancam mengering karena tidak mendapat pasokan air, warga pun berduyun-duyun mengantre mencari air demi untuk kebutuhan sehari-hari.
Presiden Joko Widodo pun menggelar rapat terbatas mengenai dampak El Nino pada kekeringan dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kantor Presiden, ‎Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Dia meminta menterinya cepat tanggap menghadapi fenomena dampak El Nino yang melanda Indonesia.
Baca Juga
"Agar mewaspadai sekaligus menyiapkan langkah-langkah antisipasi masa kekeringan panjang sebagai dampak El Nino, terutama terhadap pertanian, perikanan, dan hutan maupun lahan," ujar Presiden Jokowi, Jumat 31 Juli 2015.
Advertisement
Presiden juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk betul-betul mengantisipasi potensi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan langkah-langkah penyelamatan maksimal yang bisa dilakukan pemerintah terhadap petani yang mengalami gagal panen atau gagal tanam akibat musim kemarau berkepanjangan. ‎
Perintah yang sama juga diberikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Meskipun pada beberapa kasus El Nino berdampak positif karena mendatangkan panen ikan berlimpah, tapi dampak angin kencang juga bisa merugikan nelayan karena mereka tak bisa melaut.
Jokowi juga memerintahkan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan para gubernur, terutama di provinsi yang rawan kebakaran hutan dan mengalami kekeringan panjang, untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat meminimalkan dampak El Nino.
Presiden Jokowi mengatakan, sebagai antisipasi jangka pendek mengantisipasi kekeringan, pemerintah telah menyebar pompa-pompa air di wilayah-wilayah yang mengalami kekeringan yang cukup panjang.
Sedangkan jangka panjang, pemerintah akan membangun banyak waduk di tiap daerah yang mengalami dampak kekeringan saat musim kemarau. Pembangunan waduk dan embung dilakukan mulai tahun depan.
‎‎ ‎ "Ya ribuan embung yang akan kita bangun tahun depan. Biar kecil-kecil tapi kita bangun di semua tempat. Kuncinya memang kekeringan seperti ini harus ada tampungan air," kata Jokowi.
Musim Kemarau Sampai November
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, musim kemarau di Indonesia akan berlangsung hingga akhir November 2015. Puncak kemarau akan terjadi sepanjang Oktober sampai November 2015.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, hal ini dikarenakan El Nino Moderate di bagian selatan khatulistiwa menguat.
Kondisi ini, akan memberikan efek pada tingkat intensitas dan frekuensi curah hujan akan semakin berkurang dan bahkan kemungkinan awal musim penghujan 2015/2016 di beberapa wilayah akan mengalami kemunduran.
"Hal inilah membuat tingkat kekeringan tahun 2015 diprediksi akan parah. Di beberapa tempat seperti di Jawa, Bali, NTB, dan NTT, sudah terjadi kekeringan ekstrem dengan tidak ada hujan lebih dari 2 bulan," ujar Sutopo di kantornya, Jakarta, Selasa 28 Juli 2015.
Akibat kekeringan ini, sawah petani mengering. Seperti di Desa Sulian, Sakra Timur , Kabupaten Lombok, Nusa Tenggara Barat, puluhan hektare sawah milik petani mengering akibat tidak teraliri air selama 3 bulan lebih. Padinya pun dibiarkan mati oleh para petani.
Begitu pula dengan tanaman palawija. Pohon dan buahnya meranggas nyaris mati dan dipastikan tidak bisa dipanen. Para petani berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengairi sawah mereka.
Di Garut, Jawa Barat, 2.100 hektare sawah di 40 kecamatan juga mengalami kekeringan. Padi berumur 2 bulan mati akibat tidak mendapat pasokan air. Bahkan padi yang seharusnya dipanen awal bulan Agustus ini ikut mati. Kalau pun ada yang bisa dipanen, buah padinya kosong tidak berisi beras alias puso.
Untuk menyelamatkan sisa tanaman padi siap panen, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut berencana melakukan sistem buka-tutup irigasi untuk mengairi sawah yang kekeringan.
Di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kekeringan membuat petani menunda menanam padi dan beralih ke palawija dan tembakau. Para petani khawatir bila memaksakan diri menanam padi justru akan gagal panen karena kekurangan air.
Di Serang, Banten, petani memanfaatkan air comberan untuk mengairi sawah di musim kering. Air ditampung selama dua hari, kemudian dialirkan ke sawah menggunakan alat tradisional bernama senggot.
Dana Cadangan Rp 3,5 Triliun
Pemerintah menganggarkan dana cadangan pangan hingga Rp 3,5 triliun yang sewaktu-waktu bisa dicairkan untuk masa-masa krisis pangan.
Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (Plt BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 3,5 triliun dalam APBN-P 2015 yang sewaktu-waktu bisa dicairkan untuk masa-masa krisis pangan.
Dia merinci, cadangan beras pemerintah sebesar Rp 1,5 triliun dan anggaran cadangan pangan Rp 2 triliun.
"Itu semua bisa dipakai kalau terjadi krisis (pangan) atau situasi-situasi kritis. Jadi pemerintah sudah punya lho anggaran kalau ada kekurangan," kata Suahasil.
Dia menambahkan, anggaran cadangan beras pemerintah sudah siap dijalankan Perum Bulog. Sementara anggaran cadangan pangan dicairkan bila terjadi gagal panen (puso).
Sementara itu, BNPB tahun ini telah menyiapkan dana siap pakai sebesar Rp 75 miliar untuk diberikan kepada BPBD yang memerlukan bantuan sesuai kebutuhannya.
Selain memberikan bantuan dana langsung, pihaknya juga sudah mengantisipasinya dengan dua cara, yaitu melalui jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, pihaknya melakukan distribusi air bersih dengan tangki air, perbaikan pipa, pembuatan sumur bor, pompanisasi, pembangunan bak-bak penampungan air hujan, dan sumur serapan.
"Sedangkan jangka panjangnya, solusi total perlu upaya menyeluruh dan komitmen politik yang kuat, misal pembangunan waduk, pengelolaan DAS, dan konservasi tanah dan air," jelas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Selasa 28 Juli 2015.
El Nino Terburuk pada 1997
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono mengatakan, Indonesia pernah mengalami pengalaman El Nino terburuk pada 1997 dengan dampak lebih besar dari kekeringan tahun ini.
"Pengalaman El Nino terburuk 1997, saat itu yang terkena dampak kekeringan ada 230 ribu lebih ha lahan dari total lahan tanam 14 juta ha. Lahan pertanian yang gagal panen di 1997 seluas lebih dari 28 ribu ha," ujar dia.
Dia mencatat, kekeringan tahun ini hanya menimpa 111 ribu hektare (ha) lahan pertanian dengan dampak gagal panen (puso) 8.900 ha. Angka itu dari total target tanam sawah yang mencapai 14,3 juta ha.
"Yang terkena kekeringan 111 ribu ha dan puso 8.900 ha. Jumlah ini relatif kecil dari 14,3 juta ha target tanam. Kekeringan terparah terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan," ucap dia.
Hari mengatakan, pemerintah telah membagikan 21 ribu pompa dan menginvestasikan anggaran untuk embung Rp 2 triliun pada tahun ini.
"Ini proyeknya on going, jadi enggak mulai mengaliri sawahnya juga on going," jelasnya.
Senada, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono mengatakan catatan El Nino terburuk disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"BMKG memberitahu El Nino terburuk 1997-1998, dampak paling besar. Mudah-mudahan enggak separah itu tahun ini," ujarnya. Paling penting, kata Adi, pemerintah tidak hanya mengandalkan impor tapi juga distribusi manajemen barang.
"Kalau barang tidak didistribusi dengan baik, khususnya Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang menjadi lumbung padi, maka sulit juga," tukas dia.
Titik Kekeringan
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebutkan ada 29 titik di wilayah itu yang mengalami kekeringan. Wilayah kekeringan itu tersebar di 10% dari seluruh desa dan kelurahan di Jawa Tengah.
"Kekeringan ada di 29 titik. Kalau di wilayah selatan ada di Wonogiri dan Sukoharjo. Sedangkan wilayah tengah ada di daerah-daerah pegunungan. Sedang di wilayah utara ada di Grobogan, Blora, Pati, Rembang, Brebes," ungkap mantan anggota DPR ini di Solo, Jumat 31 Juli 2015.
Ganjar mengaku sudah menyiapkan beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah kekeringan. Pemprov juga telah menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk membantu pengiriman air. Â
Di Provinsi Jambi, kekeringan mulai berdampak pada lahan pertanian di daerah itu. Tak hanya mengakibatkan kebakaran, sejumlah persawahan juga terancam gagal panen. Salah satunya di Kabupaten Bungo, tak kurang dari 1.085 hektare sawah mengalami kekeringan.
"Luas sawah yang kekeringan itu mencapai 35% dari total luas sawah di Kabupaten Bungo yang mencapai 5.000 hektare lebih. Jika tak kunjung hujan, sangat memungkinkan gagal panen," ujar Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bungo, Khairul Saleh kepada Liputan6.com, Jumat.
Bahkan, kata dia, dari 1.085 hektare sawah yang terancam gagal panen tersebut, 548 hektare di antaranya saat ini kondisinya amat parah, kekeringan dan tanaman padi menguning hampir mati.
Sementara Wakil Bupati Bengkulu Tengah Muhammad Sabri meminta BPBD Bengkulu Tengah untuk melakukan tanggap darurat dengan membagikan air bersih kepada warga yang mengalami kekurangan air bersih.
"Gunakan tangki, bagikan air bersih kepada warga. Jika tidak bisa 2 hingga 3 kali sehari, 1 kali jadilah. Terpenting warga terbantu mendapat air bersih. Jangan sampai tidak ada bantuan sama sekali," ujar Sabri.
Pemprov DKIÂ pun mulai menanggulangi bencana kekeringan. Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, penanggulangan kekeringan harus segera dilakukan, mengingat El Nino --meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik tengah dan timur-- terus berkepanjangan, seperti yang diperkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Kalau perkiraan BMKG terjadi, kemungkinan Ahok akan mengatasi dengan hujan buatan. Namun, ada hal yang mengganjal bila keputusan itu dilaksanakan. Dia tidak ingin peristiwa UPS atau evaluasi BPK terhadap pembelian lahan di rumah sakit Sumber Waras terulang.
"Tapi dananya itu dari mana? Apakah sudah dianggap darurat? Nanti tahu sendiri, banyak musuh saya. Sumber Waras saja nota kesepahaman dengan DPRD aja dipanggil DPRD soal Sumber Waras. Padahal, di situ dijelaskan prioritas APBD kesehatan membeli sebagian tanah di rumah sakit Sumber Waras," pungkas Ahok. (Mvi/Ans)
Advertisement