Liputan6.com, Jombang - Rais Syuriah PBNU KH Hasyim Muzadi menilai dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur masih dalam batas wajar, termasuk terkait pro dan kontra mengenai mekanisme pemilihan pimpinan NU.
"Ya, masih dalam wajar. Pro dan kontra itu biasa," kata Hasyim di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Minggu (2/8/2015).
Hanya, Hasyim menyesalkan sempat diterapkannya kewajiban persetujuan terhadap ahlu halli wal aqdi (Ahwa) atau sistem pemilihan secara formatur untuk menjadi model pemilihan rais aam sebagai prasyarat pendaftaran peserta muktamar.
"Ahwa itu harus dibahas dulu di muktamar, bukan jadi syarat peserta muktamar," kata Hasyim.
Ia menyatakan, tidak ada keputusan di luar muktamar yang mengikat muktamirin atau peserta muktamar, apalagi keputusan yang dihasilkan dari forum yang tingkatannya di bawah muktamar yang merupakan forum permusyawaratan tertinggi di NU.
Sejauh ini, kata dia, dalam AD/ART NU hasil muktamar sebelumnya tidak ada Ahwa di dalamnya. Jadi, kata dia, bagi pihak yang menginginkan Ahwa, maka konsep itu harus diajukan dan dibahas terlebih dulu di muktamar.
"Kalau mau memasukkan Ahwa, ya masukkan saja. Nanti dibahas, disetujui atau tidak," kata Hasyim.
Kalaupun nanti muktamarin menyetujui Ahwa, kata dia, maka baru bisa diterapkan pada muktamar berikutnya, tidak bisa serta merta diberlakukan dalam muktamar kali ini.
"Kalau sekarang dipaksakan itu orang yang kebelet," kata mantan Ketua Umum PBNU 2 periode itu. (Ant/Ado/Ali)
Hasyim Muzadi: Dinamika Muktamar NU Masih Wajar
Kalaupun muktamarin menyetujui Ahwa, baru bisa diterapkan pada muktamar berikutnya, tidak bisa diberlakukan dalam muktamar kali ini.
Advertisement