Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI memerintahkan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memperdalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan CCTV (closed circuit television) di kawasan Monas, yang diduga melibatkan Dario dari PT Harapan Mulya Karya, rekanan Suku Dinas Kominfo Pemerintah Kota Jakarta Pusat. Dario dalam kasus itu sudah ditetapkan Kejari Jakpus sebagai tersangka.
"Kami telah perintahkan Kejari Jakarta Pusat agar melengkapi bukti-bukti kasus dan memperdalam penyidikan, supaya dilimpahkan ke pengadilan," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI, Ida Bagus Wismantanu di Jakarta, Senin (3/8/2015).
Ida Bagus mengatakan, meski kasus itu sudah lama dalam proses penyidikan, kejaksaan tetap akan melanjutkan proses hukum hingga tuntas. Jika proses penyidikan selesai dan berkas-berkas dinyatakan lengkap, maka kasus itu akan diselesaikan dalam persidangan di pengadilan.
"Tentu kasus itu akan diselesaikan hingga persidangan," ujar dia.
Pada pekan lalu, Kejari Jakpus membantah telah menghentikan kasus dugaan korupsi pengadaan CCTV tersebut. Hal itu disampaikan Kepala Kejari Jakpus, Hermanto.
"Kasus itu masih penyidikan," ujar Hermanto.
Hermanto menegaskan, tim penyidik tengah menelaah kasus itu untuk proses selanjutnya.
‎Proyek pengadaan CCTV Monas untuk anggaran 2010 yang diduga merugikan negara Rp 1,7 miliar telah menjerat 3 orang sebagai tersangka.
Selain pihak Dario dari PT Harapan Mulya Karya, Kejari Jakpus juga telah menetapkan Kepala Sudin Kominfo Jakarta Selatan Yuswil Iswantara, yang kala itu menjabat sebagai Kasudin Kominfo Jakarta Pusat.
PT Harapan Mulya Karya merupakan perusahaan rekanan dari Sudin Kominfo Jakarta Pusat dalam proyek CCTV Monas itu.
Tersangka lain adalah Kasudin Kominfo Jakarta Pusat, Ridha Bahar. Ridha sebelumnya merupakan Ketua Pengadaan Barang dan Jasa Sudin Kominfo Jakarta Pusat.
‎Adapun dalam versi penyidik, ada 4 alasan atau indikasi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan CCTV Monas itu. Pertama, penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) yang diindikasikan terjadi mark up atau penggelembungan nilai pengadaan.
Kedua, pelaksanaan proyek itu tidak sesuai dengan surat perjanjian kontrak. Ketiga, proyek tersebut seolah-olah telah selesai dilaksanakan sehingga seluruh pembayaran Rp 1,7 miliar dibayarkan. Padahal menurut hasil penyelidikan, proyek belum selesai sepenuhnya.
Terakhir, penerbitan surat-surat seperti Surat Permintaan Pembayaran Langsung Barang dan Jasa (PPLS), Surat Perintah Membayar (SPM), bukti pendukung dan kuitansi pembayaran proyek belum 100% selesai dilakukan, serta serah terima dari rekanan ke KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) telah dilaksanakan. (Rmn/Def)
Kasus CCTV Monas Segera Dilimpahkan ke Pengadilan
Ida Bagus mengatakan, meski kasus itu sudah lama dalam proses penyidikan, kejaksaan tetap akan melanjutkan proses hukum hingga tuntas.
Advertisement