Sukses

Diduga Pakai Uang Negara, Mantan Komisioner KY Ini Dicecar Pansel

Jaja mengungkapkan alasan mencalonkan lagi, karena ingin melanjutkan programnya yang belum rampung selama menjadi komisioner 2010-2015.

Liputan6.com, Jakarta - Satu dari 18 orang yang lolos ikut tes wawancara calon Komisioner Komisi Yudisial (KY) periode 2015-2020, Jaja Ahmad Jayus, menjawab sejumlah cecaran pertanyaan dari Panitia Seleksi (Pansel) KY. Jaja diberondong pertanyaan seputar penggunaan fasilitas negara saat menjadi komisioner KY untuk urusan pribadi.

Hal itu terkait masih aktifnya dia sebagai dosen sebuah PTS (Perguruan Tinggi Swasta) di Bandung, Jawa Barat.‎ Namun, Jaja tegas membantah. Dia mengaku, segala akomodasi selama pulang pergi Jakarta-Bandung untuk mengajar memakai dana sendiri.

"Silakan cek keuangan saya di Komisi Yudisial. Saya ke Bandung sendiri, setir sendiri dan bensin sendiri," ujar Jaja dalam tes wawancara di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Dalam kesempatan ini, Jaja juga mengungkapkan alasan mencalonkan lagi. Jaja mengaku ingin melanjutkan programnya yang belum rampung selama menjadi Komisioner KY pada periode 2010-2015.

"Ada tugas yang belum selesai, salah satunya justice education," ujar Jaja.

Program justice education, kata dia, merupakan program yang diperuntukkan kepada para hakim. Program tersebut memberikan pendidikan kepada para wakil Tuhan, sehingga menciptakan‎ hakim yang berkualitas dan berintegritas.

Jaja mengaku, selama ini program tersebut belum bisa direalisasikan pada 3 tahun awal menjadi komisioner KY. Baru pada tahun lalu program tersebut terealisasikan, karena anggaran untuk itu baru keluar 2014.‎ Atas dasar itu, Jaja ingin kembali menjadi komisioner KY.‎

"Program itu baru bisa saya realisasikan pada 2014 karena realisasi anggaran baru keluar pada tahun itu. Jadi saya ingin lanjutkan program itu," kata Jaja.

Ada 18 calon komisioner KY yang dinyatakan lolos oleh Pansel Calon Komisioner KY dalam tes profile assessment ini. Nantinya, dari 18 calon hanya akan diambil 7 orang untuk diserahkan kepada Presiden. 7 Orang itu akan mengikuti fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. (Ron/Rmn)