Liputan6.com, Jakarta - Sunggingan senyum tampak di wajah pria berkemeja putih dengan dasi loreng-loreng itu. Di meja hijau tadi, Yusril Ihza Mahendra, sang pengacara, berhasil membersihkan nama kliennya, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Eks Dirut PLN Dahlan Iskan.
Dengan tenangnya, Yusril keluar dari ruang sidang setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengetuk palunya dan menyatakan jika penetapan tersangka korupsi yang disematkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kepada Dahlan tak sah. Begitu juga segala akibat dari penyidikan turut dianggap tidak sah.
Pengacara kelahiran 5 Februari 1956 itu pun angkat suara. Dengan percaya diri, Yusril menyatakan, Kejati DKI Jakarta tak bisa melakukan apa-apa lagi terhadap kliennya itu. Khususnya soal sangkaan korupsi pengadaan gardu listrik yang dituduhkan kepada Dahlan.
Dia mengatakan, keputusan praperadilan PN Jaksel yang telah diketuk palu oleh hakim tunggal Lendriaty Janis bersifat final dan mengikat alias berkekuatan hukum tetap.
"Keputusan ini bersifat final dan mengikat. Jadi mulai hari ini tidak ada lagi yang bisa dilakukan kejaksaan (tinggi) karena putusan ini sudah inkrach. Dan tidak ada lagi upaya banding dan kasasi," ujar Yusril usai sidang putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa 4 Agustus 2015.
Apa sebenarnya yang menjadi "senjata" Yusril hingga pengadilan sepakat jika penetapan tersangka terhadap Dahlan tak sah?
Jawabannya, barang bukti. Dalam amar putusannya, hakim tunggal Lendriaty Janis menyatakan, Kejati DKI Jakarta tidak memiliki bukti yang cukup dalam proses penetapan tersangka kepada Dahlan.
"Dari termohon tidak memenuhi unsur bukti dan saksi yang cukup," kata Hakim Lendriaty saat sidang tadi.
Mengenai hal ini, Yusril pun angkat bicara. Mantan Menteri Kehakiman itu menjelaskan, penetapan tersangka terhadap seseorang seharusnya dimulai dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terlebih dulu.
Setelah itu, kata dia, lembaga penegak hukum harus menemukan minimal 2 alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP. Barulah bisa ditetapkan sebagai tersangka.
"Tapi kenyataannya dalam kasus Pak Dahlan ini, ditetapkan dulu sebagai tersangka baru dicari alat buktinya. Dan itu oleh pengadilan dianggap tidak sah," tutur Dahlan.
Karena itu, Yusril berharap ke depannya para penegak hukum lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Jadi ini sangat penting bagi penegakan hukum. Dan kami berharap penegakan hukum di mana-mana harus seperti itu, sesuai KUHAP dan putusan MK yang menyatakan bahwa penetapan tersangka menjadi objek praperadilan," tutur Yusril.
Advertisement
Tak Akan Mundur
Namun "kemenangan" Yusril dan Dahlan ini tak menyurutkan niat Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta untuk mengungkap kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat pada periode 2011-2013.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo menegaskan, pihaknya tidak berhenti mendalami kasus dugaan korupsi Dahlan meski putusan praperadilan telah memenangkan gugatan mantan Menteri BUMN itu.
"Kami akan meneliti putusan praperadilan. Kejaksaan tidak akan mundur selangkah pun dalam perkara ini," ujar Waluyo.
Dia mengaku akan memperbaiki apa yang dianggap salah oleh hakim praperadilan. Namun, kata Waluyo, kejaksaan belum bisa memastikan apakah Dahlan akan ditetapkan kembali sebagai tersangka dalam kasus yang sama atau tidak.
"Kita lihat saja nanti (proses selanjutnya), apakah nanti Dahlan akan ditetapkan sebagai tersangka. Kami akan diskusikan dengan tim apakah akan dilanjutkan penyidikan Dahlan atau tidak," ucap dia.
Sementara itu, dia juga enggan berkomentar soal 2 alat bukti yang menjadi pokok praperadilan. "Bukan saatnya di sini ya (membicarakan 2 alat bukti). Kita akan meneliti putusan itu. Dan putusan praperadilan bukan akhir dari proses penegakan hukum," ujar Waluyo.
Kejati DKI Jakarta sebelumnya resmi menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat pada periode 2011-2013 senilai Rp 1,063 triliun.
Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) saat proyek pembangunan itu dilakukan. Dia diduga melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
2 Kasus Lain
Namun, kasus yang membayang-bayangi Dahlan tak cuma soal dugaan korupsi gardu listrik. Ada sejumlah kasus lain yang juga menyeret namanya, yakni dugaan korupsi 16 unit mobil listrik di 3 BUMN senilai Rp 32 miliar yang diusut Kejaksaan Agung dan juga dugaan korupsi cetak sawah di Kementerian BUMN di Ketapang, Kalimantan Barat, 2012-2014 yang diselidiki Bareskrim Polri. Hal ini pun turut menjadi perhatian sang pengacara, Yusril.
Mantan Mensesneg era Presiden SBY itu menegaskan, perkara yang menimpa Dahlan ini tidak terkait dengan kasus-kasus lainnya di Kementerian BUMN. Karena, kata dia, posisi Dahlan hanya sebatas saksi dalam proses penyelidikan 2 kasus tersebut.
"Pak Dahlan satu-satunya ditetapkan sebagai tersangka hanya pada kasus gardu listrik oleh Kejati Jakarta. Sedangkan kasus lain seperti mobil listrik oleh Kejagung itu masih dalam tahap penyelidikan," jelas Yusril.
"Kemudian kasus pencetakan sawah juga masih dalam penyelidikan, dan Pak Dahlan masih dimintai keterangan sebagai saksi," imbuh dia.
Yusril yakin, kliennya itu tidak terlibat dalam 2 kasus yang terjadi di Kementerian BUMN tersebut. "Kelihatannya itu masih jauh sekali kemungkinan keterlibatannya Pak Dahlan dalam kasus mobil listrik dan pencetakan sawah."
Buat Yusril, Dahlan bukanlah pribadi yang berpotensi untuk melakukan korupsi. Menurut dia, Dahlan adalah sosok yang baik. Meski begitu, ia tetap menghargai penegakan hukum di Indonesia, termasuk dalam memberantas korupsi.
"Saya sebagai penasihat hukum sekaligus sahabat, mudah-mudahan tidak ada apa-apa dalam kasus ini. Dan saya tahu Pak Dahlan selama ini kita kenal orang baik. Mudah-mudahan tidak terbawa-bawa dalam satu kasus yang sebenarnya tidak melibatkan dirinya. Itu saja yang kami harapkan," tandas Yusril.
Sementara itu, khusus untuk kasus dugaan korupsi cetak sawah di Kementerian BUMN di Ketapang, Kalimantan Barat, 2012-2014, penyidik Bareksim Polri bakal memeriksa mantan anak buah Dahlan, mantan Asisten Deputi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, Upik Rosalina Wasrin (URW). Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada Rabu 5 Agustus 2015.
URW ditetapkan sebagai tersangka saat menjabat sebagai Asdep PKBL BUMN merangkap tim kerja proyek pencetakan sawah. Penyidik menilai penetapan lokasi calon lahan di Ketapang itu dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani tidak memadai.
Hasilnya tidak sesuai dengan ketentuan awal yaitu dapat digunakan untuk program cetak sawah. Pada kasus ini, Upik dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Penyidik juga telah menyita uang tunai lebih dari Rp 69 miliar dari rekening PT Sang Hyang Seri. Uang tersebut merupakan sebagian uang proyek pencetakan sawah diperoleh dari keuntungan perusahan-perusahaan pelat merah.
Pada proyek tersebut, 7 BUMN yakni PGN, BNI, Pertamina, Askes, BRI, SHS, dan Hutama Karya menyisihkan sekitar 2% keuntungannya untuk proyek cetak sawah. Secara keseluruhan, dana yang terkumpul Rp 360 miliar.
Sementara terkait kasus dugaan korupsi 16 unit mobil listrik di 3 BUMN senilai Rp 32 miliar, Jaksa Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, Agus Suherman, sebagai tersangka.
Satu tersangka, yakni Agus merupakan mantan pejabat di Kementerian BUMN. Ia dijadikan tersangka atas dugaan korupsi ketika menjabat di Kementerian BUMN ketika proyek itu dikerjakan pada 2011.
Kasus dugaan korupsi ini diduga terjadi saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN. Dalam kasus ini, Dahlan juga diduga memerintahkan sejumlah BUMN menjadi sponsor pengadaan mobil listrik itu untuk mendukung kegiatan operasional konferensi APEC 2013, di Bali. Namun mobil tersebut tidak bisa digunakan. Akibatnya, ketiga BUMN tersebut mengalami kerugian.
Namun sejauh ini Dahlan Iskan masih berstatus saksi dalam kasus tersebut. (Ndy/Rmn)
Advertisement