Sukses

Pupusnya Harapan Risma

Pilkada di Surabaya diundur lantaran hanya memiliki pasangan tunggal. Harapan Risma pun pupus.

Liputan6.com, Jakarta - Dari atas tumpangan sebuah becak merah, Walikota Surabaya Tri Rismaharini terlihat semringah. Tangannya melambai. Sesekali senyumnya merekah, mengembang kepada orang yang disapanya.

Begitu pun halnya Whisnu Sakti Buana. Pria yang mengenakan batik paduan merah krem itu juga terlihat bahagia. Dari atas becak yang ditumpanginya, Whisnu melakukan apa yang dilakoni Risma. Yaitu melambaikan tangan kepada pendukungnya.

Kedua becak yang ditumpangi petinggi Kota Surabaya itu dituntun seorang pria. Badannya berwarna hitam dengan sedikit warna putih di sekitar mulut dan hidungnya. Tak ketinggalan, aksesoris mirip tanduk pun tersemat di kepalanya. Orang itu diibaratkan seekor banteng yang memiliki moncong putih, lambang PDIP.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini daftar pilkada serentak (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Pasangan tersebut diarak menuju kantor KPUD Surabaya. Ratusan orang mengiringinya. Risma-Whisnu yang disokong PDIP itu mendaftar sebagai bakal calon pasangan dalam Pilkada serentak 2015.

"Kami mohon doa restunya supaya pemilu di Surabaya berjalan lancar," kata Risma di hadapan ratusan kader PDIP, Minggu 26 Juli 2015. Ratusan orang yang mengantar mereka menjawab dengan teriakan, "Menang!".

Selanjutnya, Risma mengajak kepada semua kader berjalan bersama-sama menuju kantor KPU. "Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih," ucap dia.

Hari itu, KPU membuka pendaftaran peserta Pilkada serentak. Yaitu mulai 26-28 Juli 2015. Waktu 3 hari tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan parpol untuk mendaftarkan bakal pasangan menjadi pesaing pasangan petahana.

Partai-partai yang tergabung koalisi Koalisi Majapahit (KM) berniat mengajukan nama. Namun gabungan partai yang di antaranya terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, PAN, dan PKB itu tak kunjung memasukkan nama bakal calon pasangan dalam daftar KPUD.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan

Koalisi Majapahit pun angkat bicara. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengaku sebenarnya sudah ada pembicaraan sepakat PAN dan Partai Demokrat akan bekerja sama.

"Kami dan Pakde Karwo sepakat kita harus maju cari yang terbaik. Kemudian Sabtu 1 Agustus 2015, saya instruksikan DPP PAN kirim rekomendasi mendukung. Dari PAN itu Dhimam Abror. Pakde Karwo bawa Haris Purwoko. Itu usulan kita," ujar Zulkifli di Gedung DPR RI, Jakarta.

Zulkifli pun menjelaskan, bakal calon pasangan itu telah datang. Namun, saat Haris beranjak ke toilet, sampai penutupan pendaftaran, yang bersangkutan tidak balik lagi.

"Saat mendaftar di KPU dua-duanya datang. Tapi saat wakilnya terima telepon izin ke kamar mandi, dia enggak balik lagi. Kita marah juga. Kita nunggu. Enggak tahu dapat ancaman atau apa, hingga akhirnya tidak datang," ungkap Zulkifli.

Berbeda lagi dengan PKB. Partai yang memilih berseberangan dengan PAN dan Partai Demokrat itu menyatakan akan bekerja sama dengan Partai Gerindra mengusung bakal calon pasangan.

Rencananya, PKB mengusung Ketua DPC PKB Surabaya Syamsul Arifin. Tapi, kendala datang dari Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu tak juga memberikan nama.

Karena itu, Bambang menolak partainya disebut takut menghadapi Risma. Dia menegaskan, semua ini adalah kesalahan dari Gerindra.

Saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 5 Agustus 2015, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, dalam memberikan rekomendasi perlu prosedur dan tidak asal.

"Kita tidak perhitungkan untung rugi saja. Ada kalkulasinya. Itu proses rekomendasinya berdasarkan kalkulasi. Enggak bisa nyalah-nyalahin. Kita tidak bisa asal maju. Harus lihat perhitungan," pungkas Sufmi.

KPU pun menambah waktu pendaftaran peserta pemilu pada 1-3 Agustus 2015. Akan tetapi pada detik terakhir, tidak muncul dari bakal calon pasangan yang diusung KM untuk melengkapi dokumennya.

Akhirnya, KPU Surabaya menggelar pleno bersama Panwas yang didampingi semua komisioner. Mereka sepakat membuat berita acara pengembalian berkas itu kepada bakal calon pasangan.

"Surabaya menjadi salah satu daerah yang memiliki satu pasangan calon," kata Ketua KPU Surabaya Robiyan Arifin di kantornya, Selasa 4 Agustus 2015 dini hari.

Sesuai Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, bagi daerah yang tidak memiliki lebih dari satu pasangan calon, pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada tahap dua pada 2017.

Ketua KPU, Husni Kamil Manik (kiri) dan Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie keluar ruangan usai rapat tertutup di Jakarta, Jumat (5/6/2015). KPU, DKPP dan Bawaslu melakukan rapat koordinasi persiapan pelaksanaan Pilkada serentak 2015. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik, ada 7 daerah yang akan melangsungkan Pilkada pada 2017. 7 Daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar, Kabupaten Pacitan, Kota Mataram, Kota Samarinda, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.

Dengan begitu, selama 2 tahun pemerintahan di 7 daerah tersebut akan dipegang oleh Pelaksana Tugas (Plt). Pejabat tersebut akan ditunjuk oleh Mendagri Tjahjo Kumolo.

Namun menurut Husni, ada diskursus (wacana) di mana untuk mengatur jalan keluarnya adalah Perppu. "Dan yang kedua penting adalah Perppu, jika tidak ada jalan keluar lain," ucap dia.

Jokowi Tak Berkenan

Ketua KPU Husni Kamil Manik memastikan Presiden Joko Widodo tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), terkait beberapa daerah yang hanya mempunyai satu bakal calon kepala daerah pada Pilkada serentak Desember 2015.

Kepastian itu didapat setelah ia bersama Jokowi dan para kepala lembaga negara melakukan pertemuan konsultatif membahas pelaksaan Pilkada serentak, dan sejumlah hal lainnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

"Untuk diketahui bersama, Presiden tidak berkenan mengeluarkan Perppu," ujar Husni, Rabu 5 Agustus 2015.

‎Husni mengatakan, dalam rapat yang digelar sejak pukul 10.00 WIB itu, di hadapan Jokowi dan para pimpinan lembaga negara, pihaknya menyampaikan hasil rapat koordinasi KPU, Bawaslu, dan DKPP mengenai masalah calon tunggal di 7 daerah. Dan hasil rapat tersebut merupakan respons atas perkembangan terakhir persiapan Pilkada serentak 2015.

(Liputan 6 TV)

Langkah presiden itu dinilai tepat. Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin memuji keputusan Jokowi yang menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) ‎soal Pilkada serentak.

"Presiden bersikeras tidak keluarkan Perppu, bagus itu‎. Jangan Presiden membuat senjata pamungkasnya jadi murah. Itu langkah bagus bagi Presiden," kata Irman di Gedung DPD, Jakarta, Rabu 5 Agustus 2015.

Menurut Irman, pemerintahan saat ini harus lebih ketat mengeluarkan Perppu. Tidak boleh seperti rezim pemerintahan sebelumnya. Ditundanya pelaksanaan Pilkada di 7 daerah, disebabkan peran partai politik kurang maksimal dalam memunculkan figur calon kepala daerah, bukan salah Jokowi.

"Jangan seperti rezim dulu, sangat murah Perppu itu. Ini persoalan partai politik," ujar Irman.

Bila mau mengatur soal calon tunggal, sambung dia, cukup melakukan revisi Undang-Undang Pilkada. Pemerintah dan DPR bisa koordinasi merevisi aturan tersebut.

"Lebih bagus revisi terbatas UU Pilkada ke DPR. Nanti dibahas bersama-sama," tandas Irman.

Dengan tidak terbitnya Perppu tersebut, akan memupuskan langkah Risma kembali bertarung dalam Pilkada serentak. Namun Risma mengaku tak masalah dengan pengunduran pilkada tersebut. Dirinya pasrah.

"Ya enggak apa-apa (kalau ditunda). Kalau Gusti Allah maunya gitu, gimana?" ungkap Risma di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birkorasi di Jakarta, Selasa 4 Agustus 2015.

Politikus PDI Perjuangan tersebut mengaku tidak dirugikan atas penundaan Pilkada Surabaya. Sebab, memegang jabatan walikota bukan tugas mudah.

"Ndak kok. Aku enggak merasa dirugikan. Dikira enteng opo jadi Walikota Surabaya?" ucap Risma. (Ali/Rmn)