Liputan6.com, Yogyakarta - Mantan Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono mengatakan, Gunung Merapi di Yogyakarta mempunyai kebiasaan erupsi antara 4-8 tahun sekali. Ia mengingatkan, saat ini sudah melewati masa 4 tahun. Ia pun meminta masyarakat sekitar Merapi untuk hati-hati dengan siklus erupsi.
"Dulu paling lama 8 tahun, 7 tahun ya siap-siap saja. Paling tidak siap-siap. Pernah 8 tahun. Seperti 2010 perlu energi yang besar," ujar Surono di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Kamis 6 Agustus 2015.
Pria yang kerap disapa Mbah Rono mengaku, peralatan di Indonesia untuk memantau aktivitas gunung tidak secanggih milik Jepang. Namun, ia berani bertaruh bahwa kesiapsiagaan Indonesia melebihi Jepang.
Advertisement
Ia mencontohkan, saat status Gunung Lokon naik, warga di sekitar diminta mengungsi. 5 jam kemudian, gunung itu meletus. Sementara di waktu yang bersamaan gunung di Jepang meletus dan masih terdapat korban jiwa.
"Untuk warning, saya bisa diadu dengan Jepang. Edukasi di sana tinggi-tinggi dan wartawan sudah profesional. Tapi kesiagaan kita lebih baik," ujar Surono.
Surono juga mengaku kagum dengan masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Merapi. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari mereka. Seperti pengalamannya saat menangani letusan Merapi pada 2006 dan 2010.
"Gunung meletus ya begitu saja. Saya belajar masyarakatnya di Merapi itu cerdas, cerdas bagaimana mereka cepat melenting. Dia down kena bencana, tapi pemulihannya sangat luar biasa. Maka saya selalu bilang contohlah Yogyakarta, contoh Merapi," ujar dia.
Bagi dia, masyarakat Merapi mengajarinya bahwa masyarakat dapat hidup harmoni dengan gunung. Seperti saat 2006, ada gempa yang mengenai Merapi, masyarakatnya cepat pulih.
Saat itu, selaku perwakilan dari ESDM dia menawarkan bantuan. Tapi masyarakat Merapi hanya meminta sekop dan gerobak. Orang-orang pun kaget, mereka juga tidak meminta makanan.
"Tahun 2006 ada spanduk, kami bukan tontonan bawa pulang kembali bantuan Anda. Itu sangat luar biasa. Saya belajar di situ. Bagaimana belajar subjekkan orang bagaimana melihat gunung secara keseluruhan," ujar Surono. (Mvi/Mut)