Liputan6.com, Jakarta - Penyidik KPK telah merampungkan berkas penyidikan mantan Menteri Agama sekaligus mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama. Dengan lengkapnya berkas itu, pria yang karib disapa SDA tersebut akan segera menjalani sidang di pengadilan.
Hal itu disampaikan langsung oleh SDA usai menjalani pemeriksaan di KPK.
"Hari ini saya tepat 4 bulan ditahan KPK dan pada hari ini telah dinyatakan P21 (lengkap)," ujar SDA di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Advertisement
SDA tetap tidak terima dengan penetapan tersangkanya itu. Dia menilai, penetapan tersangka terhadapnya tidak sesuai prosedur karena bersamaan dengan keluarnya surat perintah penyidikan (sprindik) oleh KPK.
Di samping itu, SDA juga menuding KPK belum bisa menunjukkan alat bukti keterlibatan dirinya dalam kasus ini. Pun demikian dengan kerugian negara yang di mata SDA belum bisa ditemukan.
"Barang bukti yang paling utama dalam korupsi itu adalah kerugian negara. Selama 11 bulan belum ditemukan," ujar SDA.
SDA juga mempertanyakan mengenai sangkaan korupsi dalam penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM). Penyidik KPK dinilai SDA tidak bisa menjelaskan secara jelas mengenai sangkaan itu kepadanya.
"Saya tanya, DOM ini pelanggaran hukumnya mana, tidak dijawab. Kerugian negaranya di mana, tidak dijawab. Jadi apa dasarnya?" ucap SDA.
Suryadharma Ali diketahui terjerat dalam dua perkara, yakni dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2011-2013 serta dugaan korupsi dalam penggunaan Dana Operasional Menteri tahun 2011-2014.
Terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji, SDA diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan juncto Pasal 65 KUHPidana.
Sementara terkait dugaan penyalahgunaan penggunaan DOM, SDA disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Ndy/Mut)