Sukses

Sabar Gorky, Pendaki Berkaki Satu Bertekad Gapai Seven Summits

Sabar Gorky mengharumkan nama Indonesia karena menang sebagai juara I dalam kompetisi panjat tebing tunadaksa se-Asia Tenggara.

Liputan6.com, Jakarta - Korps Marinir bersama Tramp Club dan dua media nasional mengadakan ekspedisi pendakian ke Puncak Cartenz atau Carstensz Pyramid di Pegunungan Jaya Wijaya, Papua yang rencananya dimulai esok hari 9 Agustus dan berakhir pada 21 Agustus 2015.

Dalam ekspedisi ini, peserta yang paling menyita perhatian orang-orang sekitarnya adalah Sabar Gorky. Ia adalah pendaki gunung berkaki tunggal yang sudah mengharumkan nama Indonesia karena menang sebagai juara I dalam kompetisi panjat tebing penyandang tunadaksa se-Asia Tenggara di Korea Selatan 2009 lalu.

"Nama saya Sabar. Gorky itu nama pemberian orang Rusia, saat saya mendaki puncak Elbrus (5.642 mdpl, gunung tertinggi di Eropa) pada tahun 2011. Gorky ada filosofinya dalam bahasa Rusia. Artinya di dalam kepahitan mendapat kemanisan," ucap Sabar di Markas Ksatrian Korps Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (8/8/2015).

Kehilangan Kaki Kanan

Pria asal Solo ini mengaku sudah jatuh hati pada kegiatan mendaki sejak tahun 1986. Hingga cobaan mendatangi Sabar. Tahun 1990, dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Solo, ia mengalami kecelakaan terjatuh dari kereta, sehingga harus merelakan kaki kanannya diamputasi.

"Saya kehilangan satu kaki saya malah karena jatuh dari kereta saya, perjalanan dari Jakarta ke Solo. Bukan karena panjat tebing atau daki gunung. Saya sempat mengurung diri selama setahun. Akhirnya dirayu sama teman-teman untuk naik gunung dan berkumpul dengan mereka lagi," kenang Sabar.

Sabar Gorky, pendaki berkaki satu. (www.facebook.com)

Setelah kepercayaan dirinya kembali, pria bertubuh kurus ini tertantang mempelajari olahraga panjat tebing. Saat itu ia belajar memanjat dinding tebing buatan di Universitas 11 Maret Solo (UNS). Rumahnya berdekatan dengan UNS, sehingga sekalipun tak kuliah di sana, Sabar memiliki banyak teman mahasiswa UNS.

"Saya hanya lulus SMA. Enggak kuliah di sana (UNS). Tapi sering main ke dalam kampusnya. Lalu diajak teman-teman mahasiswa di situ untuk mencoba panjat dinding," tutur Sabar.

Semangat Sabar kembali menyala. Dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya, pria yang menikah pada tahun 2001 ini menaklukkan dinding-dinding tebing yang sesungguhnya. Ia ingin memperlihatkan kepada publik bahwa meski hanya memiliki satu kaki, dirinya dapat melakukan hal yang menginspirasi.

Sabar juga menggowes sepeda Onthel-nya dari Solo menuju Bali dan menamai kegiatannya 'Tur Tunggal si Kaki Tunggal'.

"Saya akhirnya memanjat tebing tahun 1994. Saya juga pernah mengadakan 'Tur Tunggal si Kaki Tunggal' yaitu saya sendirian naik sepeda onthel dari Solo ke Bali," urai Sabar dengan bangga.

Puncak Tertinggi Ke-3

Sudah 15 puncak gunung yang ditaklukkan Sabar hingga saat ini. Dua di antaranya adalah puncak gunung tertinggi di dunia, Puncak Kilimanjaro (5.895 mdpl, gunung tertinggi di Afrika) dan Elbrus di Rusia. Dua puncak itu didakinya pada tahun 2011 akhir.

Pendaki berkaki satu Sabar Gorky di Puncak Elbrus, Rusia. (www.facebook.com)

Sabar optimistis, Cartenz akan menjadi rangkaian puncak gunung tertinggi dunia (Seven Summits) ke-3 yang dapat digapainya.

"Pendaki itu mimpinya kan bisa menaklukkan tujuh puncak tertinggi di dunia (Seven Summits). Saya juga seperti mereka. Ini puncak tertinggi ketiga yang saya akan daki. Sudah lama saya ingin ke Cartenz," tandas ayah satu putri ini.

Tersenyum Saat Diragukan

Sepanjang kariernya sebagai atlet panjat tebing tunadaksa ini, Sabar kerap membagi pengalaman yang paling membekas di hatinya. Saat dirinya menuruni Puncak Kilimanjaro yang berhasil digapainya, beberapa turis pendaki lainnya enggan memberi selamat atas keberhasilannya.

Mereka tak percaya seorang penyandang difabel mampu melakukan apa yang ditempuh pendaki profesional. Ketika itu Sabar mendaki puncak tertinggi gunung di Benua Hitam dengan 5 sahabatnya.

"Yang paling berkesan yang di Kilimanjaro. Enggak ada yang percaya saya sampai Puncak Kilimanjaro. Karena rombongan pendaki lainnya bertemu saya saat saya sudah di perjalanan turun dari puncak. Karena enggak ada yang papasan di puncak, mereka menolak saat tim saya menyuruh mereka memberikan selamat kepada saya. 'No...no...'," kata para turis seperti ditirukan Sabar.

Seperti namanya, Sabar hanya tersenyum ketika ia dikucilkan. Penghinaan yang ia dapatkan pun dibalas dengan senyuman.

"Buat apa marah? Yang penting kita enggak bohong. Saya hanya tersenyum kalau ada yang menghina kondisi fisik saya," ucap Sabar Gorky. (Ans/Sss)