Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi dinilai harus mengganti sejumlah menteri, khususnya di bidang ekonomi. Hal ini lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikabarkan terus menurun.
Namun pemilik nama Joko Widodo itu diduga mengalami kesulitan mencari pengganti para menteri tersebut. Seperti diungkapkan pengamat politik dari Populi Center Nico Harjanto.
"Intinya Presiden (Jokowi) masih hadapi kendala dalam hal cari orang tepat untuk duduki posisi tertentu," kata Nico dalam diskusi politik 'Perombakan Kabinet Sudah Net' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/8/2015).
Advertisement
Nico melanjutkan, dalam pertemuan dengan beberapa ekonom, Presiden Jokowi sempat bertanya siapa kandidat yang pantas dan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, pertanyaan tersebut berujung tanpa jawaban.
"Presiden tanya ke ekonom, siapa yang pantas jadi Menko Perekonomian atau Menteri Keuangan? Kalau ada nama bagus langsung dilantik. Itu artinya Presiden ada keinginan kuat untuk perbaikan, tapi stok yang ada makin sedikit," ujar dia.
Selain memperhatikan soal ekonomi, sambung dia, Jokowi juga perlu mengganti para menteri yang tidak patuh, mementingkan citra diri sendiri, serta yang sering membuat ‎pernyataan kontroversial. Hal tersebut dibutuhkan agar pemerintah berjalan di arah yang tepat.
‎"Ada menteri yang fokus pencitraan, tapi lupa tugas utamanya. Buat kebijakan kontroversial, tidak penting. Misal larang PNS rapat di hotel, tapi kemudian memperbolehkan lagi," tutur dia.
"Lalu melarang kendaraan dinas dipakai mudik, tapi job deskripsi dia itu bantu reformasi birokrasi dan tidak dilakukan. Hal ini bisa jadi beban pemerintah saat ini," ucap Nico.
Nico menduga ada banyak pihak yang berusaha mempengaruhi Jokowi dalam mengambil keputusan soal reshuffle. Seperti, PDIP sebagai partai pengusung Jokowi, Kepala Staf Presiden Luhut Binsar Pandjaitan, dan tim yang melekat sejak ayah 3 anak itu masih menjabat Walikota Solo.
‎"Tentu juga Presiden akan cermati reaksi di media dan publik. Ketika dia buat suatu keputusan penting, dia akan coba tes di publik, analisa di media sosial, itu bagian pertimbangan lain daripada tokoh yang sampaikan langsung atau tidak langsung," tutur dia.
Namun, menurut dia, persoalan tak berhenti saat Jokowi sudah menunjuk menteri baru. Masih ada masalah yang akan dihadapi kemudian, yakni persoalan politik.
Menteri tersebut, kata dia, harus berusaha keras agar dapat menjadi jembatan politik bagi Jokowi. Tugas ini termasuk berat karena Jokowi bukanlah ketua umum partai.
"Sekarang siapa yang ditugaskan jadi jembatan kalau tidak didukung partai pendukung pemerintahan, bobotnya kurang kuat, beda dengan menteri yang ditunjuk SBY," tandas Nico. (Ndy/Ans)