Liputan6.com, Bengkulu - Ir Soekarno atau akrab disapa Bung Karno memiliki sisi lain dalam mengembangkan pola pergerakan menuju Indonesia Raya. Ketika diasingkan di Bengkulu tahun 1938 hingga 1942, banyak hal yang dilakukan Sang Proklamator. Salah satunya adalah menyatukan para pemuda di Bengkulu lewat kesenian.
Bung Karno yang memiliki darah seni bersama kawan-kawan pergerakan di Bengkulu AM Hanafi, Zahari Tani, dan Manaf Sofyan mendirikan perkumpulan sandiwara yang diberi nama 'Monte Carlo'. Tidak hanya perkumpulan kesenian yang menjadi fokus utama perbincangan para pemuda yang sealu diawasi oleh para penjajah ini, mereka juga memperbincangkan bagaimana Republik Indonesia bisa lepas dari belenggu para kompeni.
Beberapa karya sandiwara yang sempat dipentaskan perkumpulan ini adalah Dr Sjaitan, Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), Chungking Djakarta, Koetkoetbi, Si Ketjil (Klein”Duimpje”), dan Hantoe Goenoeng Boengkoek. Drama Dr Sjaitan, Rainbow (Poetri Kentjana Boelan) adalah pementasan yang paling disukai masyarakat Bengkulu pada waktu itu.
Advertisement
Dr Sjaitan diilhami oleh film Frankeinstein sedangkan Rainbow menceritakan tentang seorang gadis yatim piatu dari keluarga bangsawan Kerajaan Sungai Lemau yang diangkat menjadi anak oleh seorang pembesar pasukan penjajah Inggris.
Ilmidiyanto, salah seorang aktivis pemerhati sejarah Bengkulu yang tergabung dalam komunitas Bengkulu Herritage Society mengatakan, beberapa naskah sandiwara perkumpulan Monte Carlo saat ini masih tersimpan di kediaman resmi Bung Karno di Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu.
Di rumah yang saat ini dipelihara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu peninggalan bersejarah itu juga masih menyimpan sedikitnya 100 potong pakaian pementasan dan beberapa foto pementasan.
"Melalui perkumpulan sandiwara ini, Bung Karno bisa mengenal seorang gadis asli Bengkulu bernama Fatmawati yang kemudian menjadi istri dan Ibu Negara pertama Republik Indonesia," ujar Ilmidiyanto kepada Liputan6.com, Sabtu (8/8/2015).
Dalam salah satu foto pementasan di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, terlihat Bung Karno bersama ibu Inggit Ganarsih berdiri berdampingan dengan Fatmawati yang saat itu merupkan gadis belia berparas cantik. Selain ketiga orang ini, terlihat puluhan pemain sandiwara berjejer mengenakan pakaian pementasan.
"Kesan yang muncul ketika pementasan ini adalah Bung Karno sebagai pembina perkumpulan dan menjadi sutradara pementasan adalah sosok yang menjadi pemersatu para pemuda lewat kesenian, mungkin kesan itu menjadi salah satu daya tarik sehingga memikat hati Fatmawati," jelas Ilmidiyanto. (Ali/Ado)