Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali mengusulkan pasal larangan penghinaan Presiden dalam usulan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pasal tersebut sebelumnya pernah diajukan dan akhirnya kandas setelah Mahkamah Konstitusi dibawah kepemimpinan Jimly Asshiddiqie mencabut pasal itu.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua MK Arief Hidayat tidak banyak komentar bila pasal yang sudah dicabut MK kembali diusulkan pemerintah. Ia hanya mengatakan bahwa keputusan yang telah ditetapkan MK merupakan keputusan hukum yang final dan mengikat.
"Saya nggak boleh komentar soal itu. Tapi kita bisa mengatakan begini, putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Itu saja," ujar Arief usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/8/2015).
Namun begitu, Arief mempersilakan pemerintah bila ingin kembali mengusulkan pasal tersebut. Tentunya, pengajuan tersebut harus melalui proses terlebih dahulu seperti mendapatkan persetujuan DPR.
Advertisement
"Ada beberapa memang terjadi, kemudian (pengajuan undang-undang yang sebelumnya telah ditolak MK) dibuatkan lagi dengan landasan filosofi yang lain, landasan-landasan yuridis yang lain," kata dia.
Arief pun mencontohkan saat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang digugat ke MK kemudian kembali diajukan kembali.
"Dalam UU MD3. Itu kan kita mengajukan lagi, padahal kita sudah pernah memutus. Tapi apakah itu menjadi pengujian UU lagi nggak tahu saya. Saya tidak boleh komentar, karena kemungkinan itu bisa menjadi objek sengketa atau perkara di MK kembali. Kalau dalam hal-hal itu saya sangat tidak boleh berkomentar karena melanggar kode etik hakim di MK," jelas Arief. (Ali/Mut)