Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo dikabarkan akan melakukan reshuffle atau merombak sejumlah menteri dalam Kabinet Kerja. Namun, perlukah reshuffle kabinet dilakukan dalam waktu dekat?
Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh reshuffle Kabinet Kerja. Reshuffle harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek efektivitas.
Sekretaris Jenderal PPI Pusat Gede Pasek Suardika menilai masih perlu perpanjangan waktu untuk menilai kinerja menteri. Terlebih, ada perubahan nomenklatur kementerian.
Advertisement
"Beberapa kami menyebutkan bahwa sebagian besar kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur cenderung akan terlambat proses perancangan dan eksekusi programnya, yang ditunjukkan dengan rendahnya serapan anggaran," jelas Gede Pasek dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu (12/8/2015).
Menurut dia, ada baiknya reshuffle dilakukan dalam waktu yang umum. Misal, lanjut dia, menjelang 1 tahun usia kabinet. "Sehingga tidak memunculkan kesan reshuffle dilakukan sekadar memenuhi tuntutan politik atau tekanan publik yang menjurus pencitraan," tulis dia.
Wakil Sekretaris Jenderal PPI Pusat, SJ Arifin, mengingatkan ukuran dan indikator reshuffle selayaknya berdasar kinerja sebagai faktor utama, bukan karena opini publik. Respon pasar, lanjut dia, dapat digunakan sebagai pertimbangan kedua.
"Daya dukung dalam bentuk penerbitan Perpres Percepatan Anggaran pada tahap sekarang jauh lebih penting dilakukan sebelum melaksanakan reshuffle. Upaya ini juga harus ditindaklanjuti dengan penyempurnaan payung hukum dan juknis yang memungkinkan aparat daerah memiliki inisiatif untuk membelanjakan dana yang mandek di BPD-BPD," papar Arifin.
Jika reshuffle merupakan keharusan, Presiden Jokowi harus mengukur pertimbangan-pertimbangan strategis, yakni serapan anggaran, perubahan nomenklatur, dan opini publik. Reshuffle, kata dia, bisa dilakukan terhadap kementerian yang tidak mengalami perubahan nomenklatur dan memiliki serapan yang rendah.
Bisa juga dilakukan terhadap jajaran kementerian dalam koordinasi tim ekonomi yang serapan anggarannya rendah.
"Juga jajaran kementerian yang penurunan serapan anggarannya paling besar (dibanding periode sama tahun 2014), menteri-menteri yang hanya sibuk pencitraan sementara serapan anggarannya rendah, dan menteri-menteri yang paling banyak mendapat sentimen negatif dari publik," jelas Arifin. (Bob/Mut)