Sukses

Menko Polhukam: Penerbangan Perintis di Papua Perlu Dievaluasi

Tinjauan ulang bisa lebih difokuskan kepada Standar Operation Procedure (SOP) dan sistem instrumen landing.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perlu adanya kajian ulang atau evaluasi terhadap penerbangan perintis di wilayah Papua. Hal itu menyusul kecelakaan pesawat Trigana Air rute Jayapura-Oksibil.

"Yang ‎paling penting ke depan ini," ujar Luhut di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Menurut Luhut, perlu ditinjau mengenai pesawat-pesawat yang terbang di wilayah Papua. Karena wilayah Papua terkenal dengan daerah pegunungan dan perbukitan. Tinjauan ulang bisa lebih difokuskan kepada Standar Operation Procedure (SOP) dan sistem instrumen landing, misalnya untuk panduan pendaratan saat terjadi cuaca buruk, termasuk saat diselimuti kabut tebal.

"Untuk daerah-daerah perintis perlu penelitian ulang mengenai prosedur dan instrumen landing system. Artinya, kalau ada kabut, alat-alat di bawah ada untuk memandu pesawat. Ini kita masih sangat minim, di daerah perintis terutama," ucap Luhut.

Sejauh ini, Badan SAR Nasional (Basarnas) belum mengetahui penyebab pasti kecelakaan pesawat Trigana Air di Kamp 3 Distrik Okbape, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.

Dugaan kuat, pesawat dengan rute Sentani (Jayapura) ke Oksibil itu menabrak Bukit Tangok di Kabupaten Pegunungan Bintang.

Pesawat dengan nomor penerbangan IL 267 itu mengangkut 49 penumpang yang terdiri dari 44 orang dewasa, 2 anak, dan 3 bayi.

Burung besi itu diawaki 5 orang, yakni Pilot Capt Hasanudin, First Officer atau Co Pilot bernama Ariadin, 2 pramugari bernama Ika N dan Dita Amelia, serta 1 teknisi bernama Mario. Sehingga, total ada 54 orang dalam pesawat jenis ATR 42 dengan register PK YRN itu. (Ron/Yus)