Sukses

Sutan Bhatoegana: Sarat Rekayasa, Saya Siap Ditembak Mati

"Biar nanti itu jadi jargon KPK, Sutan tersangka korupsi yang dihukum mati," kata Sutan.

Liputan6.com, Jakarta - Sutan Bhatoegana, terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi ‎pembahasan APBN-P tahun 2013 Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR siap menghadapi vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mantan Ketua Komisi VII DPR itu siap dihukum tembak mati.

"Jangankan dihukum 11 tahun, ditembak mati saya siap kok‎. Biar nanti itu jadi jargon KPK, Sutan tersangka korupsi yang dihukum mati," kata Sutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Sutan menilai kasusnya ini sarat rekayasa. Dia membantah telah menerima ratusan dolar dan mobil serta tanah dan bangunan. Hal itu menyusul kesaksian-kesaksian para saksi selama persidangan tidak ada yang bisa membuktikan itu.

"Ini rekayasa semua. Dikonstruksikan jika saya bersalah. Buktinya, saksi-saksi yang dihadirkan justru meringankan saya. Sampai ada yang cabut BAP (berita acara pemeriksaan)," kata politikus Partai Demokrat itu.

Sutan dijadwalkan akan mulai mendengarkan vonis hakim pada pukul 10.00 WIB. Namun persidangan yang diketuai Artha Theresia Silalahi bersama 4 hakim anggota yakni Anwar, Casmaya, Saiful Arif, dan Ugo ‎ tersebut masih belum digelar.

Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut Sutan Bhatoegana dengan hukuman pidana 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Sutan menerima duit US$ 140 ribu dari Waryono Karno terkait pembahasan program kerja dengan APBN-P tahun 2013 pada Kementerian ESDM.

Selain itu, Sutan juga diyakini menerima duit US$ 200 ribu dari Kepala SKK Migas saat dijabat Rudi Rubiandini, menerima Rp 50 juta dari Menteri ESDM saat dijabat Jero Wacik, menerima Toyota Alphard dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra, Yan Achmad Suep serta diyakini Jaksa KPK menerima tanah dan bangunan di Jalan Kenanga Raya Tanjungsari, Medan dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik.

Sutan menurut Jaksa KPK terbukti bersalah melakukan pidana korupsi yang ancaman hukumannya diatur dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). (Mvi/Sss)