Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia belum juga terungkap secara menyeluruh. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto mengaku sulit menyelesaikan kasus tersebut.
Salah satu penyebabnya, pemerintah sulit menemukan bukti-bukti pelanggaran HAM masa lalu. Terlebih, orang-orang yang diduga menjadi pelaku juga belum diketahui keberadaannya.
"Bagaimana (bukti-bukti) mau ditemukan? Orang-orangnya saja sudah hilang," kata Sidarto dalam diskusi ‎'Konstitusionalisme dan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu' di Hotel Oria, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/8/2015).
Ketiadaan bukti-bukti yang cukup, membuat berkas penyidikan para pelaku tidak pernah bisa lengkap. Oleh karena itu, setiap kali berkas penyidikan masuk ke Kejaksaan Agung, selalu dikembalikan ke Komnas HAM.
"Berkas penyelidikan yang diserahkan ke Kejaksaan selalu dikembalikan ke Komnas HAM karena belum lengkap," kata Sidarto.
Selain itu, tidak adanya bukti-bukti cukup untuk rekomendasi pembentukan pengadilan adhoc. Rekomendasi pun tidak pernah bisa sampai ke DPR dan Presiden.
Meski begitu, lanjut dia, Pemerintah tengah mencari jalan keluar lain terhadap permasalahan ini. Salah satunya dengan rekonsiliasi bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.
"Rekonsiliasi diupayakan untuk mengatasi kebuntuan bagi penegak hukum dalam menyelesaikan kasus masa lalu," kata Sidarto. (Bob/Mut)
Wantimpres: Bukti Pelanggaran HAM Masa Lalu Sulit Ditemukan
Pemerintah tengah mencari jalan keluar lain terhadap permasalahan ini. Salah satunya dengan rekonsiliasi bagi para korban pelanggaran HAM.
Advertisement