Sukses

Fraksi PKS Kecewa Veto AS yang Gagalkan Resolusi PBB untuk Gencatan Senjata di Gaza

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini sangat kecewa dan menyesalkan veto Amerika Serikat terhadap Resolusi Gencatan Senjata Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan kekerasan di Gaza, Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini sangat kecewa dan menyesalkan veto Amerika Serikat terhadap Resolusi Gencatan Senjata Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan kekerasan di Gaza, Palestina.

Menurut Jazuli Juwaini, dengan veto tersebut, meski disponsori 102 negara termasuk Indonesia, DK PBB gagal menghasilkan resolusi.

"Kondisi di Gaza sudah sangat memprihatinkan sehingga butuh intervensi kemanusiaan dari dunia. Fraksi PKS DPR sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan dalam mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza meskipun lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia, ikut mensponsori resolusi tersebut," ujar Jazuli melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/12/2023).

Dia mengatakan, ketika dunia sudah begitu perih melihat kekejaman agresi Israel dan begitu banyaknya korban sipil yang jelas mengarah pada genosida, dirinya heran AS justru ingin hal itu terus berlangsung.

"18 ribu lebih korban jiwa rakyat Palestina, dimana 8.000 lebih terdiri dari anak-anak dan 6.200 perempuan meninggal dunia. Pantas kita bertanya dimana rasa kemanusiaan AS? Dimana pembelaan hak asasi manusia yang selama ini diagung-agungkan dan dijadikan agenda global politik luar negeri AS? Kita sangat kecewa AS telah mati rasa kemanusiaannya di mata dunia," ungkap Jazuli.

Menurut Wakil Presiden Forum Anggota Parlemen Muslim Dunia (IIFP) itu, apa yang dilakukan AS sangat ironis. Menurut dia, negara kampium demokrasi yang katanya membela hak asasi manusia justru memveto resolusi kemanusiaan untuk menghentikan perang dengan korban jiwa sipil begitu besar di Gaza, Paletina.

"Korban di depan mata dunia terdiri dari anak-anak, perempuan, dan orang tua seolah tiada artinya di mata AS," ucap Jazuli.

"Apa yang dilakukan AS dan negara-negara pendukung agresi tidak mencerminkan penghormatan terhadap Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang baru saja diperingati PBB sebagai hari HAM Dunia 10 Desember lalu," sambung dia.

 

2 dari 4 halaman

Tak Yakin dengan Veto AS

Anggota DPR Dapil Banten ini tidak yakin veto AS mencerminkan padangan politik mayoritas masyarakat AS. Sebaliknya, dirinya melihat veto ini merupakan kepentingan politik pemerintah AS di bawah Joe Biden yang membabi buta mendukung apapun yang dilakukan Israel.

"Dunia menyaksikan untuk kesekian kalinya AS telah nyata-nyata melakukan standar ganda dalam melihat persoalan HAM dan kemanusiaan," terang Jazuli.

Dirinya juga meyakini bahwa ketertiban dan perdamaian dunia tidak mungkin terwujud jika negara-negara dunia apalagi yang memiliki power besar terus menerapkan standar ganda.

"Kita sampaikan dengan tegas bahwa Indonesia tetap dan terus berada di belakang rakyat Palestina, membela hak hidup rakyat Palestina, dan berjuang agar Palestina merdeka dan berdaulat. Stop agresi. Stop genosida. Untuk itu, atas nama kemanusiaan dan HAM, gencatan senjata harus diwujudkan segera tak peduli veto AS," pungkas Jazuli.

 

3 dari 4 halaman

AS Veto Resolusi Gencatan Senjata DK PBB dan Israel Tingkatkan Serangan, Korban Tewas di Gaza Kini 17.487 Orang

Sebelumnya, Israel meningkatkan serangannya terhadap militan Hamas di Gaza pada Sabtu 9 Desember 2023, setelah Amerika Serikat memblokir upaya luar biasa PBB untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang dua bulan antara Hamas dan Israel.

Hamas dan Otoritas Palestina dengan cepat mengutuk veto AS ketika kementerian kesehatan yang dikelola Hamas menyebutkan jumlah korban tewas terbaru di Gaza mencapai 17.487 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Serangan Israel di kota selatan Khan Yunis menewaskan enam orang, sementara lima lainnya tewas dalam serangan terpisah di Rafah, kata kementerian itu pada Sabtu 9 Desember 2023, seperti dikuttip dari Channel News Asia (CNA).

Israel telah berjanji untuk membasmi Hamas atas serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober ketika militan menerobos perbatasan militer Gaza untuk membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera, 138 di antaranya masih disandera, menurut hitungan Israel.

Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur menjadi puing-puing dan PBB mengatakan sekitar 80 persen penduduknya telah mengungsi, dan dilaporkan terjadi kekurangan makanan, bahan bakar, air dan obat-obatan.

"Dingin sekali, dan tendanya sangat kecil. Yang saya miliki hanyalah pakaian yang saya kenakan, saya masih belum tahu apa langkah selanjutnya," kata Mahmud Abu Rayan, pengungsi dari Beit Lahia di utara.

 

4 dari 4 halaman

Veto Resolusi Berbeda dari Kenyataan

Resolusi Dewan Keamanan atau DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera diveto oleh Amerika Serikat pada hari Jumat (8/12).

Utusan AS Robert Wood mengatakan resolusi itu "berbeda dari kenyataan" dan "tidak akan membawa kemajuan di lapangan".

Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan gencatan senjata "akan mencegah keruntuhan organisasi teroris Hamas, yang melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan akan memungkinkan mereka untuk terus berkuasa di Jalur Gaza".

Hamas pada hari Sabtu mengecam penolakan AS terhadap upaya gencatan senjata dan menyebutnya sebagai “partisipasi langsung pendudukan dalam membunuh rakyat kami dan melakukan lebih banyak pembantaian dan pembersihan etnis”.

Sementara Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan hal itu adalah "aib dan cek kosong yang diberikan kepada negara pendudukan untuk melakukan pembantaian, penghancuran, dan penggusuran".

Veto tersebut dengan cepat dikutuk oleh kelompok-kelompok kemanusiaan, dan Doctors Without Borders (MSF) mengatakan Dewan Keamanan "terlibat dalam pembantaian yang sedang berlangsung".

Militer Israel mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka telah menyerang 450 sasaran di Gaza selama 24 jam, yang menunjukkan rekaman serangan dari kapal angkatan laut di Mediterania.

Kementerian Kesehatan Hamas melaporkan 40 orang tewas di dekat Kota Gaza di utara, dan puluhan lainnya di Jabalia dan kota utama Khan Younis di selatan.