Sukses

Kabareskrim: Kebijakan Kepala Daerah Tak Serta Merta Dipidanakan

Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah daerah harus dilihat terlebih dahulu akibat yang ditimbulkannya.

Liputan6.com, Jakarta - Minimnya penyerapan anggaran di berbagai daerah membuat pemerintah mulai mendorong para kepala daerah untuk berani menggunakan anggaran dan tidak perlu takut dikriminalisasi. Presiden Joko Widodo pun meminta semua aparat hukum tidak mengkriminalisasi kebijakan yang dibuat para kepala daerah.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Budi Waseso memastikan pihaknya tidak langsung menindaklanjuti setiap kebijakan dari tiap daerah. Setiap kebijakan belum tentu menimbulkan kerugian negara.

"Ya betul. Gini deh, kalau kebijakan tidak serta merta ada salah mengambil kebijakan lalu saya pidanakan, itu belum tentu. Kalau mengambil kebijakan untuk kepentingan yang lebih besar dan tidak ada yang dirugikan atau diuntungkan. Itu enggak bisa dipidanakan," kata Budi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Menurut dia, setiap kebijakan yang dibuat pemerintah daerah harus dilihat terlebih dahulu akibat yang ditimbulkannya. Jika kebijakan tersebut malah berakibat menimbulkan kerugian negara, sambung Budi, maka hal itu merupakan tanggungjawabnya untuk mengusut.

"Kebijakan harus dilihat dulu, kebijakannya ini berakibat negatif atau positif. Kalau negatif, kita mesti lihat lagi ada kerugian enggak dari kebijakan itu. Kalau kebijakannya saja, ya enggak mungkin juga saya pidana," ucap Budi.

Jenderal yang akrab disapa Buwas ini mengaku yakin selama ini pihaknya tidak salah sasaran selama mengusut kasus pidana yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah.

"Insya Allah enggak. Karena kita kan selalu gelar ya. Kita selalu menghadirkan saksi ahli jadi bukan pendapat penyidik semata," ungkap Buwas.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi ebelumnya menyoroti belanja APBN yang baru tercapai 50% dan belanja modal yang baru terealisasi 20%. Bahkan saat ini dana daerah yang masih mengendap di bank masih sangat besar, sekitar Rp 273 triliun.

Jokowi menyadari rendahnya penyerapan anggaran itu antara lain disebabkan masih banyaknya pejabat yang takut terhadap aparat hukum. Mereka takut dikriminalisasi ketika menjalankan proyek pembangunan. Ditambah masih adanya kinerja birokrasi yang lamban. (Ali/Ado)