Liputan6.com, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Simanjuntak mengakui menemui kesulitan dalam mengusut kasus dugaan penimbunan sapi siap potong. Terutama, menetapkan tersangka atas kasus tersebut.
Victor menyebutkan, penyidik terbentur aturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan harga kebutuhan pokok dan barang penting. Penyidik juga belum memastikan, apakah tindak pidana penimbunan dapat disangkakan dalam kasus ini.
"Perpres itu mengatur daging sapi menjadi bahan pokok. Masalahnya, unsur dari tindak pidana itu ada penimbunan. Kalau unsur melawan hukum ada, tapi penimbunan masih interpretatif," kata Victor di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2015.
Dalam Perpres tersebut, kata Victor, mengatur jumlah barang dan waktu penyimpanan barang. Menurut keterangan ahli sesuai Perpres, disebut kategori penimbunan jika jumlah sapi yang ditimbun melampaui perhitungan rutin dalam jangka waktu 3 bulan.
Sehingga, sambung Victor, pihaknya tidak bisa serta merta menggunakan unsur pidana penimbunan dalam kasus ini. "Karena penimbunan itu menurut Perpres adalah kalau 3 bulan itu perhitungan secara rutin itu mencukupi. Artinya berkisar di 15 ribu dan jika lebih dari angka itu, baru disebut penimbunan."
"Nah, kemarin 2 feedloter yang kita cek ternyata masih 5.498 ekor sapi siap potong, jadi menurut dia (ahli) itu belum penimbunan," sambung dia.
Meski terganjal Perpres, namun Victor mengaku tetap akan berupaya memproses perkara tersebut. Bahkan, ia menegaskan tidak memberhentikan kasus yang sempat meresahkan masyarakat tersebut.
"Saya tidak bisa mengatakan itu dihentikan, tidak bisa. Belum ada tersangka juga kan, jadi saya akan tetap upaya," tegas dia.
Selain itu, Victor berharap semestinya dalam Perpres tersebut juga ditambahkan klausul 'meresahkan'. Sebab, penimbunan yang berakibat kelangkaan serta melonjaknya harga daging sapi ini, termasuk dalam kategori meresahkan masyarakat.
"Harus ada klausul selanjutnya, kalau meresahkan itu juga penimbunan. Ini kan resah, Presiden juga bergerak," tegas dia. Â
Dengan disertakannya klausul itu, maka menurut Victor, unsur pidananya dapat dikenakan unsur kersehannya. Sebab, pengusutan kasus ini berawal dari adanya keresahan di masyarakat akibat kelangkaan daging. Â
Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan harga kebutuhan pokok dan barang penting dalam Pasal 11 mengatur tentang kelangkaan dan penimbunan.
(1) Dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dilarang disimpan di gudang dalam jumlah dan waktu tertentu.
(2) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah di luar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama 3 bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal. (Rmn/Mar)