Liputan6.com, Jakarta - Tarik menarik kewenangan antara pusat dan daerah menjadi inti permasalahan dalam Otonomi di Indonesia. Pemerintah Pusat dianggap kurang memberi kewenangan daerah karena pemerintah pusat menilai daerah belum siap berotonomi.
Ketua Komite I Achmad Muqowam memaparkan bahwa DPD RI sebagai representasi daerah dan dalam hubungan kewenangan pusat dan daerah DPD memberikan perhatian khusus. Ada 3 fokus perhatian DPD RI dalam representasinya yaitu tentang UU Desa, UU Pilkada dan UU Pemda. Hal tersebut disampaikan dalam Expert Meeting di Ruang Rapat Komite I, Senayan Jakarta, Selasa 25 Agustus 2015.
Baca Juga
Komite I berkeinginan agar nantinya Pemda menjadi fungsi yang berkeadilan bagi perkembangan daerah. UU No. 23 Tahun 2014 mengenai Pemeritah Daerah mengatur daerah mengatur otonomi daerah. Namun masih banyak kelemahan dalam program pemerintah pusat dalam mengatur kewenangan daerah. Dalam menjalankan programnya daerah pun belum siap.
Advertisement
"Kapasitas administrasi Pemda belum optimal menurut hasil penelitian" ujar Guru Besar IPDN Djoehermansyah Djohan.
Djohan mengatakan bahwa sebentar lagi Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), namun pusat belum siap apalagi daerah.
Senada dengan pernyataan Djohan, Ryaas Rasyid menjelaskan bahwa hampir semua kepala daerah adalah dipilih partai politik, banyak kepentingan di sana sehingga menjadi rancu kewenangannya. Selain itu dalam praktiknya pusatpun menarik kewenangan daerah tanpa mengikut sertakan daerah.
"Membagi tanggung jawab antara pusat dan daerah adalah problem utamanya," kata Ryaas.
Dalam expert meeting antara Komite I DPD dan pakar ini ditemukan pokok masalah pada No. 23 tahun 2014, yaitu ada beberapa inkonsistensi pada semangat otonomi daerah. Sistem pemerintah cenderung kembali kepada sentralisasi dalam berbagai aspek anggaran maupun kebijakan.
Beban kabupaten kota aran terlalu banyak, kontrol pusat juga susah menjangkau kabupaten kota. Kewenangan pemerintah yang bersifat ekologis ditaruh di provinsi, oleh karena itu kabupaten kota banyak yang mau menggugat. Contohnya pendidikan Menengah di provinsi, pendidikan dasar di kabupaten kota, pendidikan tinggi di pusat. (Gilar/Mut)