Sukses

Polisi Ciduk 30 WNA Sindikat Penipuan Internasional di Bandung

Budi memastikan mereka melakukan penipuan perbankan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah rumah mewah di Komplek Sentra Duta Raya Blok E3 No 8 RT 01/03, Desa Ciwaruga, Kecamatan Parompong, Bandung Barat, Jawa Barat, digerebek petugas Bareskrim Polri. Rumah itu diduga digunakan sebagai tempat sindikat internasional yang terlibat kejahatan cyber crime.

Pengungkapan kasus ini bermula saat polisi mengamankan salah satu kurir narkoba bernama Harry Gandhy pada 22 Agustus 2015 di Bandara Seokarno-Hatta. Dari tangan Gandhy polisi mengamankan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 2,5 kilogram.

Direktur Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri Brigjen Pol Anjan Pramuka mengatakan, pihaknya melakukan pengembangan terhadap tersangka Gandhy dan diketahui narkoba tersebut berasal dari Guangzhou, Tiongkok. Gandhy, sambung Anjan, mengaku mendapat narkoba dari seseorang warga negara Malaysia yang saat ini buron.

"Awalnya kita mengungkap satu kasus narkotika bahwa ada orang datang membawa sabu tersebut, yang Gandhy ini. Awalnya sasaran kami warga negara Malaysia. Ternyata (sabu) itu sudah diserahkan ke Gandhy," kata Anjan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Penelusuran terhadap jaringan narkotika ini justru malah mengungkap adanya kasus lainnya, yakni dugaan tindak pidana cyber crime yang melibatkan warga negara asing (WNA).

Anjan menjelaskan, sebelum menggerebek rumah mewah di kawasan Bandung itu, pihaknya melakukan penggerebekan di sebuah apartemen di wilayah Jakarta Utara.

Awalnya petugas mengira apartemen tersebut dijadikan tempat penyimpanan narkotika, namun yang didapati adalah 192 paspor milik WN Taiwan, Tiongkok, Vietnam, dan Mongolia dari seorang pria WN Taiwan bernama Lim Chandra Sutioso.

"26 paspor diantaranya punya warga negara Taiwan yang saat digerebek di Bandung ini," jelas Anjan.

Setelah mengantongi barang bukti tersebut, polisi langsung bergerak menuju Komplek Sentra Duta Raya Blok E3 No 8 RT 01/03, Desa Ciwaruga, Kecamatan Parompong, Bandung Barat, Jawa Barat pada 26 Agustus 2015 sore.

Benar saja, di rumah mewah tersebut polisi mendapati 33 orang, terdiri atas 30 WN Taiwan dengan rincian 14 wanita dan 16 pria serta 3 pengurus rumah diamankan di lokasi.

Selain melakukan penangkapan, petugas juga menemukan barang bukti. Diantaranya narkotika jenis sabu sebanyak 2,5 gram, 250 butir psikotropika golongan IV serta satu set bong alat hisap sabu-sabu.

Selain narkoba, puluhan WNA ini dicurigai terlibat kejahatan cyber crime. Hal itu berdasarkan temuan bukti sebanyak 11 unit laptop, 22 unit telepon, 30 unit router, 30 bundel kertas rekapan tulisan berbahasa Tiongkok, 15 buku rekapan, 65 unit handphone, 4 titik CCTV dan 1 unit antena luar penguat signal GSM.

Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso mengungkapkan, puluhan WNA ini menyasar korbannya yang berada di luar negeri. Budi memastikan mereka melakukan penipuan perbankan.

"Yang jelas, dia melakukan penipuan. Sementara ini yang kita temukan jalurnya, penipuannya di luar Indonesia," ungkap Budi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.

Menurut Budi, pihaknya akan menggandeng pihak terkait seperti Ditjen Imigrasi untuk mengungkap sindikat penipuan ini.

"Ya nanti kita lihat. Karena ini ada 3 kejahatan di situ. Yang cyber crime ini kita akan kerjasama dengan imigrasi, ini kan kemungkinan ada saling berkaitan. Ini yang sedang kita dalami," tutur Budi.

Modus Penipuan

Untuk kejahatan cyber crime, para pelaku diduga merekrut karyawan melalui website untuk mencari pegawai dari luar negeri. Para pegawai ini diiming-imingi fasilitas tiket perjalanan pulang pergi dan gaji besar.

Puluhan WNA ini diduga melakukan penipuan dengan modus mengirimkan pesan singkat berita bohong kepada para korbannya di luar negeri, khususnya Tiongkok. Mereka menginformasikan bahwa data rusak dan diharapkan menghubungi kantor polisi dengan nomor yang sudah disiapkan.

Selanjutnya korban menghubungi kantor polisi yang diterima oleh pelaku di TKP (Bandung) yang mengaku seolah-olah polisi yang bertugas di Tiongkok.

Melalui telepon, tersangka memandu korban untuk memberikan data berupa identitas penelpon, data keluarga dan data di bank. Setelah data keuangan bank didapat, selanjutnya tersangka mengambil uang korban dengan cara mentransfer ke rekening penampungan. (Ron/Mut)