Sukses

Ketika Sumur dari Langit Tak Lagi Membasahi Bumi Asmat

2 bulan belakangan ini, warga Asmat memang harus rela merogoh kocek sekitar Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu untuk membeli air bersih.

Liputan6.com, Jayapura - Maria, salah satu warga Asmat, setiap harinya harus rela merogoh kocek Rp 20-30 ribu untuk membeli 1 liter air bersih yang dikemas dalam botol air mineral.

"Air itu hanya untuk mandi pagi atau sore hari. Sangat berhemat untuk air pada 2 bulan belakangan ini," katanya ketika ditemui di Jayapura, Papua, Sabtu 29 Agustus 2015.

Dirinya pun melanjutkan obrolan dengan Liputan6.com siang itu. Cara mandinya pun unik, tutup botol di air mineral itu diberi lobang kecil-kecil, lalu botolnya digantung diatas kepala, layaknya sebuah shower.

"Puas tidak puas atau cukup dan tidaknya, kita harus merasa puas dengan air di dalam botol itu untuk kebutuhan mandi," papar Maria.

"Beberapa hari lalu, sempat hujan di Asmat. Hanya sebentar saja hujannya, tak lebih dari 1 jam, tetapi masyarakat sangat mensyukuri hujan itu, untuk mengisi tempat-tempat air yang kosong," imbuh dia.

Sumur dari Langit

2 bulan belakangan ini, warga Asmat memang harus rela merogoh kocek sekitar Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu untuk membeli air bersih. Bagaimana tidak, air tadah hujan yang biasa dipakai sehari-hari habis lantaran tak pernah ada hujan turun. Masyarakat setempat bahkan terpaksa mengambil air dari parit atau air kali di sekitar permukiman itu yang berbau dan kotor.

Pengurus WWF region Asmat, Agus Wianimo mengatakan dampak kekeringan yang telah melanda Asmat hampir 3 bulan belakangan ini, warga kesulitan mendapatkan air bersih.

"Sumber mata air terdekat berada di sekitar hutan-hutan rakyat, harus ditempuh dengan menggunakan speed boat yang jaraknya sekitar 2-3 jam perjalanan laut," ujar dia.

Lanjut Agus, air hujan adalah kebutuhan utama masyarakat di Kabupaten Asmat. Masyarakat bahkan menyebut hujan dengan kiasan sumur dari langit. "Sekarang sumur di langit juga ikutan mengering," ungkapnya.

Saat ini, WWF terus mendorong pemetaan partisipatif berbasis kearifan lokal di Asmat, yang salah satu poinnya adalah mendorong pemerintah daerah dan provinsi untuk melindungi daerah kawasan hutan di sana.

"Kami tetap mendorong pemda untuk melindungi kawasan yang dianggap sakral oleh masyarakat, termasuk hutan-hutan penyimpan sumber mata air. Ini juga dimaksudkan untuk pembangunan yang tidak pro rakyat," jelas Agus.

Peringatan Kekeringan

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah V Jayapura mengeluarkan peringatan dini kekeringan di sejumlah kabupaten di Papua dan Papua Barat. Kekeringan itu di antaranya di Kabupaten Yahukimo, Yalimo, Memberamo Tengah, Lanny Jaya, Jayawijaya, Puncak Jaya, sebagian wilayah Asmat, Fak-fak, dan Sorong Selatan.

Kepala BMKG wilayah V Jayapura Zem Paddama mengatakan, secara umum wilayah Provinsi Papua bagian barat, tengah, dan utara, termasuk klasifikasi normal hingga sangat kering. Kemarau panjang ini diduga diakibatkan adanya penurunan tingkat curah hujan di wilayah Indonesia.

Sementara, kata Zem Paddama, monitoring hari tanpa hujan dasarian 3 bulan ini, sebagian besar wilayah Papua sudah masuk dalam kategori sangat pendek, yakni 1-5 hari. Untuk kategori pendek berkisar 6-10 hari terjadi di wilayah Mamdda, Yansu, dan Nimbokrang. (Ado/Vra)