Liputan6.com, Jakarta - Komjen Pol Budi Waseso resmi dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bareskrim Polri. Sang jenderal yang sempat melahirkan sejumlah kontroversi itu bertukar jabatan dengan Komjen Pol Anang Iskandar sebagai kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pria yang karib disapa Buwas itu menyandang posisi Kabareskrim sejak 19 Januari 2015 menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius. Sebelum menduduki posisi Kabareskrim Polri, Buwas menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri. Tak lama setelahnya, pada Februari 2015, dia naik pangkat menjadi komisaris jenderal polisi alias jenderal bintang 3.
Pada 2009, Budi menjabat sebagai Kepala Bidang Propram Polda Jateng. Setahun kemudian, dirinya ditarik ke Mabes Polri untuk menempati posisi Kepala Pusat Pengamanan Internal Mabes Polri.
Budi juga sempat menjadi Kapolda Gorontalo dengan pangkat Brigjen Polisi, sebelum naik pangkat menjadi Irjen setelah ditarik ke Mabes Polri dan mengisi posisi Widyaiswara Utama Sespim Polri lantas Kasespim Polri pada 2013.
Sejak awal menjabat Kabareskrim, Buwas banyak melahirkan kontroversi di masyarakat. Tak jarang dia turun langsung menangani sejumlah kasus yang ditangani lembaga pimpinannya.
Dari mulai kasus korupsi besar di BUMN, kasus dugaan kriminalisasi KPK yang melibatkan 2 pimpinan KPK kala itu -- Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sampai mendatangi peternakan sapi untuk mengusut kasus melambungnya harga daging.
Begitu pula dengan penyidik KPK Novel Baswedan yang harus mengajukan gugatan praperadilan setelah dirinya ditangkap dari rumahnya dan diborgol. Aroma kriminalisasi KPK pun tercium kuat.
Advertisement
Tercatat ada 67 kasus korupsi yang saat ini ditangani Bareskrim. 9 Di antaranya terbilang kasus besar. Seperti diakui sendiri oleh Budi. "Sembilan kasus (di antaranya) terbilang besar karena jumlahnya bernilai triliunan rupiah," kata Budi kepada Liputan6.com pada 28 Juli 2015.
Menurut dia, 9 kasus kelas kakap itu semuanya merupakan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Hanya saja, jenderal bintang 3 itu enggan membeberkan secara gamblang kasus-kasus tersebut.
"Selama kita berpegang pada aturannya, penegakan hukum itu kan kita harus berani karena jujur, berani karena bersih, dan harus adil. Jadi tidak usah takut atau risau atas ancaman ataupun intervensi dalam proses (penegakan hukum) tersebut," tandas Buwas.
Jadi Tukang Ojek
Kepada Liputan6.com, Buwas mengaku mempunyai pengalaman menjadi tukang ojek saat bertugas di Direktorat Dendidikan. Saat itu ia memanfaatkan waktu luangnya untuk mencari tambahan penghasilan dengan menjadi tukang ojek pada pagi hari dan sopir taksi pada malamnya.
"Itu cerita perjalanan bidup saya, memang pada saat itu di Direktorat Pendidikan saya memanfaatkan waktu luang sebelum kembali dinas. Saat itu peluangnya hanya jadi tukang ojek karena saya punya motor vespa, tapi kalau malam hari saya jadi sopir taksi tembak," tutur Buwas.
"Itu sekitar tahun 1992-1993 saat itu pangkat saya Letnan Satu Kapten atau kalau sekarang Iptu dan AKP," imbuh dia.
Ia mengaku, menjadi tukang ojek dan sopir taksi dilakukannya karena gaji yang ia terima sebagai polisi tidak mencukupi kebutuhan keluarganya saat itu.
"Karena itu yang harus saya lakukan, karena kalau kita bicara gaji kan tidak cukup, jadi kita berupaya tapi tidak boleh melakukan pelanggaran profesi. Sehingga saat itu yang bisa saya lakukan hanya dengan ketulusan dan keikhlasan menjadi tukang ojek," pungkas Buwas.
Wacana pencopotan Komjen Pol Budi Waseso sebagai Kabareskrim Polri terus menguat sejak Juli lalu. Dan isu itu menguat setelah penyidik Bareskrim menggeledah kantor Dirut Pelindo II RJ Lino.
Kini Buwas bertukar posisi jabatan dengan Anang Iskandar. Buwas menjabat sebagai kepala BNN dan Anas menjadi Kepala Bareskrim Polri. (Ndy/Mut)