Liputan6.com, Jakarta - Ketegasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mulai dapat kritikan. Terutama soal kebijakannya menggusur permukiman di sekitar Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur.
Kritikan dialamatkan kepada pria yang kerap disapa Ahok itu, karena penggusuran Kampung Pulo berujung dengan kericuhan antara aparat keamanan dan warga yang menolak pindah.
Menurut mantan Ketua Pengurus Besar (PB) HMI Saleh Khalid, sebenarnya kejadian tersebut bisa dihindari. Asalkan, Ahok mau menjaga perasaan warga Kampung Pulo.
Advertisement
Penjagaan perasaan itu, kata akademisi ini, bisa dilakukan dengan banyak cara. Namun, yang paling mudah adalah menjaga ucapan dan perkataan.
"Perasaan rakyat harus dijaga, mulut pejabat harus dijaga," ucap Saleh dalam diskusi Menata Pembangunan Jakarta yang Berkeadilan dan Berkemanusiaan, di Jakarta, Sabtu (5/9/2015).
Dia pun sebenarnya tidak mempersalahkan sikap tegas Ahok. Tetapi, alangkah baiknya, ketegasan tidak berujung tindakan kasar. "Boleh bertindak tegas tetapi jangan kasar, tegas itu tidak harus kasar," pungkas Saleh.
Gubernur DKI Jakarta Ahok bersikukuh tidak memberi ganti rugi bagi warga Kampung Pulo, Jakarta Timur yang rumahnya digusur Pemprov.
"Kamu tuh enggak punya rumah bos. Makanya, enggak usah ngomong Kampung Pulo," tegas Ahok di Balaikota Jakarta, Jumat 28 Agustus 2015.
Menurut dia, warga yang digusur bukanlah warga Kampung Pulo asli. Mereka kerupakan warga lain yang sengaja mereklamasi sungai dengan sampah, lalu membangun rumah dan disewakan. (Han/Mvi)