Liputan6.com, Jakarta - Peringatan kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib tepat 11 tahun pada hari ini. Kasus pembunuhannya, dinilai belum terungkap sepenuhnya. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berkecimpung di bidang HAM pun kecewa dengan pemerintah yang seakan tutup mata atas kasus tersebut.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah terus bekerja mengungkap kasus tersebut. Ia juga mengatakan pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto telah dihukum atas perbuatannya.
"Jangan lupa yang sudah masuk penjara, si Pollycarpus," kata pria yang kerap disapa JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Namun, hukuman yang diterima Pollycarpus dirasa para LSM tidak cukup. Bahkan, bekas pilot Garuda itu mendapat bebas bersyarat. Mereka menduga masih ada dalang utama pembunuh Munir.
Terkait hal itu, JK menegaskan bebas bersyarat diberikan karena putusan pengadilan. Tidak ada intervensi pemerintah atas putusan itu. "(Dia) sudah masuk penjara puluhan tahun, dibebaskan gimana?" tutur dia.
"Yang tentukan itu pengadilan bukan LSM. Pengadilan putus begitu, gimana. Ini bukan negara LSM, tapi negara hukum. Negara hukum kan," tandas JK.
Baca Juga
Pembunuhan Munir
Advertisement
7 September 2004, atau tepat 11 tahun lalu, Munir meninggal dunia dalam perjalanan di pesawat menuju Belanda. Perjalanan Munir ke Negeri Kincir Angin itu untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Utrecht, Belanda. Mantan Direktur Eksekutif LSM Imparsial itu ditemukan tak bernyawa di kursi pesawat 2 jam sebelum pesawat mendarat di Armsterdam.
Munir yang merupakan salah satu Pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) itu awalnya berangkat pada 8 September 2004 malam dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia bernomor penerbangan GA 974. Pesawat berangkat pukul 22.02 WIB dan tiba di Bandara Changi, Singapura, pukul 23.30 WIB.
Di Negeri Singa, para penumpang GA 974, termasuk Munir dipersilakan untuk berjalan-jalan di sekitar Bandara Changi selama 45 menit sambil menunggu pesawat kembali terbang menuju Belanda. Sebelum pesawat kembali mengudara, Munir meminta obat maag kepada pramugari. Munir diminta menunggu karena pesawat akan tinggal landas. Kira-kira 15 menit kemudian, pramugari membangunkan Munir yang saat itu tidur. Munir sempat terbangun dan meminta teh hangat.
Kemudian, sekitar 2 jam sebelum pesawat mendarat di Amsterdam atau sekitar pukul 12.10 WIB, Munir ditemukan tidur dalam kondisi miring dengan mulut mengeluarkan air liur tidak berbusa dan telapak tangannya membiru. Munir ternyata sudah tiada alias wafat. Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur, pada 12 September 2004.
Menurut ahli forensik dari Universitas Indonesia yang menangani kasus Munir, Mun'im Idris, Munir positif meninggal karena racun arsenik. Temuan ini senada dengan Institut Forensik Belanda (NFI) yang membuktikan bahwa beliau meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
Sesuai dengan hukum nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum. Temuan ini juga diperkuat hasil penyelidikan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri yang menyatakan Munir tewas karena diracun. (Mvi/Yus)