Liputan6.com, Batu - Banyak cara dilakukan untuk melawan lupa, sebuah upaya memperjuangkan keadilan kasus kematian pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib. Salah satunya adalah dengan mendirikan Omah Munir, sebuah museum berisi berbagai memorabilia milik almarhum Munir.
Terletak di Jalan Bukit Berbunga nomor 2 Kota Batu, Jawa Timur, dan diresmikan pada 2013 silam, museum itu sebenarnya adalah rumah yang selama ini ditempati mendiang Munir berserta istrinya, Suciwati.
Omah Munir didirikan untuk mengenang perjuangan Munir, sekaligus sebagai tempat pendidikan tentang HAM. Omah dalam bahasa jawa berarti rumah.
Di dalam rumah itu terdapat berbagai barang peninggalan seperti foto-foto Munir, sepatu, rompi anti peluru, jaket kulit, buku dan barang lainnya. Poster tentang orang hilang korban pelanggaran HAM juga memenuhi sudut ruangan.
“Omah Munir bukan untuk advokasi kasus HAM, tetapi sebagai sarana untuk pendidikan HAM bagi generasi muda,” kata Direktur Omah Munir, Salma Safitri di Kota Batu, Selasa 8 September 2015.
Mayoritas pengunjung Omah Munir adalah pelajar dan mahasiswa. Saat hari biasa, rata – rata 15 – 25 orang datang berkunjung. Di akhir pekan, 25 – 50 orang mengunjungi Omah Munir. Aktivitas mereka mulai dari diskusi grup tentang HAM, sejarah Munir dan berbagai aktivitas lainnya. Omah Munir memang difokuskan pada edukasi masyarakat tentang HAM.
“Pengunjung paling banyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Kami berharap bermunculan Munir baru dari generasi muda saat ini,” tutur Salma.
Omah Munir menjadi sarana untuk tetap melanjutkan penegakkan keadilan di Indonesia. Sekaligus sebagai salah satu tempat melawan lupa bahwa masih ada kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum terselesaikan.
“Kita ingin semua orang melihat hak asasi ini bagian dari hidup, menempel di bumi, tidak berada di langit. Pendirian Omah Munir yang didukung oleh banyak sahabat Munir sebagai salah satu strategi gerakan melawan lupa,” kata istri Munir, Suciwati dalam sebuah kesempatan.
Munir Said Thalib, lahir di Kota Batu pada 8 Desember 1965. Aktivis HAM ini meninggal di pesawat pada 7 September 2004 saat dalam perjalanan Jakarta – Amsterdam, Belanda.
Pendiri Komisi untuk Orang Hilang (KontraS) itu meninggal karena diracun arsenik oleh mereka yang tidak suka dengan aktifitasnya. (Ron/Mar)
Advertisement