Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan, pihaknya pernah menerima sejumlah keluhan dan pengaduan warga, terkait token listrik yang tidak sesuai harga dan kapasitas listrik yang diterima.
"Yang jelas soal token ada pengaduan orang kepada kami, token yang dibeli itu enggak sesuai sama yang masuk. Nah, itu yang sekarang lagi rame," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Menurut dia, warga DKI yang membayar listrik menggunakan token memang dikenai pajak, yang di antaranya mengalir ke pajak penerangan jalan (PPJ). Pemotongan itu dikenakan dari pulsa yang mereka beli. Oleh karena itu, dia membantah adanya dugaan 'mafia token' yang ramai diperbincangkan saat ini.
"Kalau soal penerangan itu mah lain cerita. Itu memang sudah ketentuannya begitu," tutur Ahok.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli meminta kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir, untuk mengeksekusi 2 hal terkait listrik nasional. 2 hal itu yakni, memberantas monopoli listrik dan menetapkan biaya administrasi maksimal, sehingga tidak ada permainan harga dari mafia token listrik.
Usai konferensi pers terkait pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW), Rizal Ramli membeberkan permainan monopoli di lingkungan PLN yang mewajibkan penggunaan pulsa listrik bagi masyarakat. Hal ini terjadi sejak dulu sampai sekarang.
"Ada yang main monopoli di PLN, itu kejam sekali. Karena ada keluarga yang anaknya masih belajar jam 8 malam, tiba-tiba pulsa habis. Mencari pulsa listrik tidak semudah mencari pulsa telepon," tutur Rizal Ramli di kantornya, Jakarta, Senin 7 September 2015. (Rmn/Bob)
Rumor Mafia Token Listrik Beredar, Ahok Dapat Aduan Warga
Ahok membantah adanya dugaan 'mafia token' listrik yang ramai diperbincangkan saat ini.
Advertisement