Liputan6.com, Jakarta - Setelah sempat buron, Dirut PT Garindo Sejahtera Abadi Tjindra Johan (sebelumnya disebut Cindra Johan) menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya sekitar pukul 11.00 WIB Jumat 11 September 2015.
Bos garam tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pencucian uang kepengurusan Surat Persetujuan Impor atau SPI.‎ Johan diduga menyuap pejabat Dirjen Kementerian Dalam Negeri.
‎"Karena semua unsur sudah memenuhi, Sabtu (12 September 2015) kemarin sudah ditahan. Jadi sudah ada 6 tersangka yang ditahan," ujar Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Mujiyono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (13/9/2015).
Tersangka memberikan uang sebesar 25.000 dolar Singapura atau senilai Rp 250 juta untuk pejabat Dirjen Kemendag pada periode kedua. Untuk periode pertama Johan menyerahkan uang sebesar 10.000 dolar Singapura atau Rp 100 juta. Jadi totalnya mencapai sekitar Rp 350 juta untuk tindakan gratifikasi dan suap itu.
"‎Modusnya mengetahui dan menyetujui kepada oknum pejabat. Di kepengurusan SPI tersangka memberikan 25.000 dolar Singapura, dan sebelumnya 10.000 dolar Singapura," beber Mujiyono.
‎Menurut dia, kasus dwelling time impor garam tidak berhenti pada Johan dan 5 tersangka lainnya. Kini, pihaknya terus mendalami kasus tersebut. "Kasus tidak berhenti di sini. Tim Satgas terus menyelidiki dan mendalaminya," kata Mujiyono.
Sementara, Johan enggan berkomentar tentang kasus dugaan suap impor garam saat digelandang dari sel tahanan ke kantor Dirkrimsus Polda Metro.
Johan melarikan diri ke Singapura saat penyidik melakukan pemanggilan pertama. Namun, tim Satgas Khusus Dwelling Time telah mencegahnya ke luar negeri dan penangkalan di dalam negeri.
"Tersangka terakhir memang agak lama karena melarikan diri ke Singapura pada panggilan pertama. Tersangka bernama TJ yang merupakan Dirut PT GSA adalah importir terbesar," kata Mujiyono.
Tim Satgas Khusus Dwelling Time telah menetapkan 6 tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi kasus dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain Johan, satgas telah menetapkan Dirjen nonaktif Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Partogi Pangaribuan, Kasubdit Fasilitas Ekspor dan Impor Ditjen Daglu Imam Aryanta, serta staf honorer Daglu Musafa sebagai tersangka. Ada juga Direktur PT Rekondisi Abadi Jaya Hendra Sudjana dan Direktur PT Garindo Sejahtera Abadi, Lusi Maryati.
Tambah Kuota
‎Kasubdit V Tipikor Ditreskrimum Polda Metro, AKBP Didik Sugiarto mengatakan Johan menyuap karena ingin menambah kuota impor garam. Dia hanya memperoleh jatah 70.000 ton garam, tapi menambahnya menjadi 116.375 ton garam. Banyaknya kuota garam impor ini, mematikan harga panen petani garam.
"Jadi dia minta kuota garam 116.375 ton dari 70.000 ton garam. Karena enggak mau dikurangi jadi melakukan suap. Dia ini minta banyak dan mengklaim menyerap garam rakyat dibanding perusahaan lain," tutur Didik.
Johan dikenakan pasal dugaan tindak pidana korupsi suap pada penyelenggara negara terkait pengurusan SPI PT GSA di Ditjen Daglu Kementerian RI yang terjadi pada 2015. Sebagaimana dalam pasal 5 ayat (1), a, b dan atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 atas perubahan undang-undang nomor 31 tahun 199 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi JO Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik mengembangkan kasus waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) ke Surabaya terkait flow of document dan dugaan terjadi penyalahgunaan wewenang, serta tindak pidana korupsi oleh 5 tersangka sebelumnya.
Beberapa tersangka seperti Dirjen Daglu Kemdag Partogi Pangaribuan, Kasubdit Impor Kemendag Imam Ariatna, tenaga honorer atau pekerja harian lepas di Kemdag Musafah, pengusaha Hendra Sudjana, dan Eryati Kuwandi alias Lucie.
Penyidik menemukan indikasi penyalahgunaan wewenang pada saat penerbitan rekomendasi kuota garam. PT GSA diduga melakukan suap terhadap tersangka Partogi dengan tujuan agar kuota garam perusahaan itu tidak dikurangi.‎ (Bob/Yus)