Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama, Suryadharma Ali (SDA).
Dalam eksepsinya Suryadharma Ali membantah dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,8 miliar dan menerima 1 potongan kain Kabah atau kiswah, serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,283 miliar dan 17,967 juta riyal.
Jaksa menilai, perbuatan Suryadharma Ali selaku amirul hajj atau pemimpin haji tidak mengedepankan asas keadilan dan akuntabilitas sehingga menimbulkan kerugian negara dan mencederai usaha masyarakat dalam beribadah.
"Rekrutmen PPIH yang koruptif, pemanfaatan sisa kuota haji nasional merupakan perbuatan yang mencederai animo masyarakat yang tinggi khususnya calon haji yang masih dalam antrean," ujar Jaksa Wiraksajaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/9/2015).
Dijelaskan jaksa, penyelenggaraan ibadah haji seharusnya dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, akuntabilitas dan prinsip nirlaba jadi bila ada tindak pidana korupsi dalam ibadah haji, maka harus diproses sesuai dengan aturan. Tak hanya itu, haji juga merupakan rukun Islam dan menjadi prestise khusus sehingga tidak jarang orang yang sudah melakukan ibadah haji memberikan gelar di depan namanya.
"Bahkan terdakwa keberatan saat tidak ditambahkan gelar haji di depan namanya dalam dakwaan, sehingga ibadah haji juga merupakan prestise," terang jaksa.
Pada kesempatan itu, jaksa membantah pernyataan Suryadharma Ali yang menyebutkan bahwa proses penyidikan KPK terhadapnya telah keluar dari asas keadilan. Jaksa justru menyidir mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) inilah yang telah berbuat tidak adil dalam menyelenggarakan ibadah haji.
"Proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK sama sekali tidak untuk melempar harga diri terdakwa ke garis nadir tapi semata-mata untuk menegakkan keadilan. Seperti surat yang sudah dikutip oleh terdakwa juga yang artinya Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu berlaku adil dan kebajikan dan Allah melarang berlaku keji," kata jaksa.
Jaksa Wiraksajaya juga sempat mengutip buku Yudi Kristiana yang juga merupakan jaksa senior KPK. Dalam buku ini disebutkan bahwa korupsi bukan hanya memperkaya diri sendiri, tapi juga orang lain dan bukan hanya diukur dari uang.
"Tidak relevan lagi dalil penasihat hukum yang menyatakan kalau korupsi hanya menguntungkan diri sendiri atau orang lain semata-mata hanya dari uang. Bukankah benda mahal bukan hanya nilai instrinsiknya tapi historis dan spritualitasnya?" beber jaksa.
Pada perkara ini, Suryadharma Ali disebut melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan.
Dalam dakwaannya jaksa juga mengatakan, Suryadharma Ali telah menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Suryadharma Ali diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana jo Pasal 65 ayat 1 KUH-Pidana. (Gen/Mut)
Jaksa KPK: SDA Keberatan Namanya Dicatat Tanpa Gelar Haji
Dalam eksepsinya Suryadharma Ali membantah dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,8 miliar dan menerima 1 potongan kain Kabah.
Advertisement