Liputan6.com, Jakarta - Presiden PKS Muhamad Sohibul Iman menyampaikan pidato politik Pada Musyawarah Nasional ke-4 partai dakwah itu. Dalam kesempatan tersebut dia memberikan 3 pesan kepada para kadernya PKS.
Pesan yang pertama dia berkeinginan agar para kader bisa menyelesaikan masalah bangsa, dengan kekuatan di internal partai.
"Kita bercita-cita ingin melihat negeri kita maju. Itu enggak bisa dilakukan kalau belum bisa membereskan masalah partai. Sejak awal kita menyebut partai ini adalah partai dakwah. Kita harus bentuk itu dulu. Kalau enggak bisa, bagaimana dalam konteks membenah di daerah dan nasional," ujar Sohibul di Depok, Jawa Barat, Senin (14/9/2015).
"Tapi tentu saja, partai dakwah enggak bisa ditopang tanpa kader yang berkualitas. Karena itu seluruh kader harus bersih, peduli dan profesional. Jalankan visi-misi sebagai partai yang kokoh dan berkontribusi buat masyarakat," lanjut Sohibul.
Karena itu dengan kualitas kader yang mumpuni, Sohibul pun menargetkan kadernya meraih suara 19% pada Pemilu 2019. "Dengan kader seperti itu, maka wajar kalau nanti di tahun 2019, kita akan menjadi partai papan tengah. Artinya dan Insya Allah kita akan meraih suara di atas 10 persen," tutur Sohibul.
Pesan yang kedua, dia mengajak kader PKS untuk membangun kebersamaan baik dengan beda suku, agama, golongan, untuk membangun negeri.
"Kita bangsa yang plural, segmented, dan fragmented. Wajar perlu membangun kebersamaan dengan seluruh elemen masyarakat. Melahirkan kepedulian dan kebersamaan. Sebab dalam konteks nasional, kita ingin jadi pelopor perwujudan cita-cita nasional," tegas dia.
Yang terakhir, dia berharap kader PKS bisa menjadi kontributor peradaban dunia.
"Kkita hidup dalam dunia yang terkoneksi. Maka PKS ingin Indonesia semakin aktif dalam kerja sama dengan lembaga lain, ataupun parpol di negara lain. Kita ingin jadi kontributor peradaban dunia yang semakin adil, damai dan sentosa," pungkas Sohibul.
Sindiran Aher
Pembukaan Munas ke-4 PKS turut dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Pria yang akrab disapa Aher itu diberikan kesempatan untuk memberikan pidato.
Dalam pidato penyambutan sebagai Gubernur Jawa Barat itu, dia pun sempat menyindir para petinggi partai yang hadir dalam acara tersebut, yaitu Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz dan Sekjen Partai Golkar versi Munas Bali Idrus Marham.
"Selamat datang kepada Pak Djan Faridz selaku Ketua Umum PPP versi semuanya dan Pak Idrus Marham yang juga Sekjen Golkar versi semuanya," sindir Aher yang disambut tertawa, baik keduanya maupun para kader PKS di Depok, Jawa Barat, Senin (14/9/2015).
Selain itu, dia menegaskan bahwa kehadirannya dalam munas tersebut adalah bukan atas kader, melainkan sebagai gubernur.
"Kenapa saya pakai jas hitam, bukan jas putih (jas PKS)? Karena saya hadir sebagai Gubernur. Walaupun Depok ini dekat dengan Jakarta, tapi ini bagian dari Jawa Barat yang tak terpisahkan," tegas dia.
Meski datang bukan sebagai kader partai berlambang bulan sabit, Aher tetap berkeinginan PKS bisa menyelesaikan masalah yang terjadi dewasa ini.
"Perekonomian kita memang tengah melambat. Banyak masalah baik di eksternal maupun di internal. Ke depan PKS bisa hadir untuk menyelesaikan masalah ini," tukas Aher.
Terakhir, dia mengakui bahwa Jawa Barat juga mengalami lonjakan pemutusan hubungan kerja atau PHK yang terbesar, sebagai konsekuensi masalah ekonomi yang dihadapi.
"Di Jawa Barat ini kan banyak sektor formal. Jadi PHK memang banyak di tempat kami. Karena itu saya berharap masalah ekonomi kita cepat selesai, di mana ini menjadi tanggung jawab kita semua," pungkas Aher.
Advertisement
Siap Saingi Ahok?
Sementara itu nama Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap dikenal dengan sebutan Ahok semakin menjadi sorotan sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta, menggantikan posisi Joko Widodo atau Jokowi yang menjadi Presiden RI.
Bahkan niatan untuk maju lagi pada Pemilihan Gubernur pada 2017, membuat partai-partai politik segera menyiapkan amunisi. Terang saja, Ahok selalu meraih pujian dari segala kebijakannya, walaupun acap kali juga menuai kritik pedas.
Partai Keadilan Sejahtera, salah satunya. Meski Presiden Partai itu, Muhamad Sohibul Iman, mengatakan belum menyiapkan apa-apa, proses scanning atau mencari calon kuat demi menghadapi Ahok sudah dilakukan partainya.
"Untuk DKI sebenarnya kita belum bicara apa-apa. Baru scanning saja yang kita lakukan," ujar Sohibul di Depok, Jawa Barat, Senin (14/9/2015).
Sohibul pun enggan menyebutkan nama-nama yang tengah dibidik partainya. Menurut dia, para pemimpin muda, menjadi bidikan PKS.
"Pokoknya yang potensial-potensial yang muda. Kita memasukannya dalam radar kita," tegas dia.
Saat ditanya, soal nama Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail dan Walikota Bandung Ridwal Kamil akan diusung partainya, Sohibul hanya menjawab singkat.
"Boleh (mengusung Nur Mahmudi dan Ridwan Kamil). Ya potensial, dia punya kemampuan yang bagus untuk memimpin DKI. Apalagi ditambah dengan (berusia) muda, itu masuk radar kami. Insya Allah itu semua masuk dalam list kami," pungkas Sohibul.
Kader Maju Pilkada
Adapun terkait Pilkada 2015, DPP Partai Keadilan Sejahtera memastikan telah menandatangani surat pengunduran diri anggota Fraksi DPR yang akan bertarung memperebutkan kursi kepala daerah.
Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridlo mengatakan, dua nama yaitu Abdul Hakim yang maju sebagai calon Walikota Metro Sorong dan Hamid Noor Yasin sebagai calon bupati Wonogiri telah dipastikan mengundurkan diri.
"Itu sudah dipastikan mengundurkan diri. Saya sendiri yang tanda tangani suratnya, yang pasti sudah mengundurkan diri," ucap Taufik di Depok, Jawa Barat, Senin (14/9/2015).
Dia menekankan, PKS hanya mengirimkan 2 kadernya mengikuti Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Dia tak mau polemik pengunduran diri, seperti Fraksi PDIP.
"Ya enggaklah (mirip PDIP), kami kirim 2 itu sudah mengundurkan diri," tegas dia.
Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2015 tentang Pencalonan dalam Pilkada, pasal 68 Peraturan KPU itu menyebutkan, calon yang berstatus anggota DPR, DPD, DPRD, TNI, Polri, dan PNS, pejabat atau pegawai BUMN/BUMD wajib menyampaikan keputusan pejabat berwenang tentang pemberhentian kepada KPU paling lambat 60 hari sejak ditetapkan sebagai calon.
Awalnya keputusan ini menuai pro dan kontra. Bagi yang pro, sudah tidak ada lagi yang menjadikan Pilkada sebagai ajang uji coba. Tapi bagi yang kontra keputusan itu membuat Pilkada serentak menjadi 'sepi peminat' dan membatasi hak politik seseorang.
(Mut/Ans)
Advertisement