Liputan6.com, Jakarta - Muhanum Anggriawati (12) mendadak pingsan. Siswi kelas 6 Sekolah Dasar (SD) Negeri 171 Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad, di Jalan Diponegoro, Pekanbaru.
Muhanum mengalami gangguan kesehatan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) seiring kabut asap mendera daerahnya. "Sebelumnya anak saya tidak pernah mengeluh," kata ayah Muhanum, Mukhlis.
Muhanum mengalami gagal pernapasan akibat paru-parunya disesaki lendir atau dahak. Setelah dirawat sepekan, Muhanum tak terselamatkan. Pada Kamis (10/9/2015) siang lalu dia menghembuskan napas terakhirnya.
Muhanum hanya salah satu korban kabut asap yang melanda sejumlah daerah di Indonesia.
Jumlah korban asap di Riau terus meningkat tajam. Pada 11 September 2015, penderita penyakit saluran pernapasan itu sudah mencapai 14.566 jiwa. Jumlah itu diprediksi meningkat karena kabut asap masih pekat.Â
Di Jambi, belasan ribu warga sudah terserang ISPA. Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin mencatat penderita infeksi saluran pernapasan sudah mencapai 15.000 orang. Angkanya terus bertambah sejak awal September lalu.
Pemerintah Sumatera Selatan memerintahkan rumah sakit dan puskesmas siaga 24 jam melayani warga yang terserang penyakit akibat kabut asap. "Warga bisa terserang ISPA malam hari," kata Mukti Sulaiman, Sekda Pemprov Sumsel, Minggu (13/9/2015).
Asniwati, warga Pekanbaru yang perprofesi sebagai guru, kian cemas seiring jatuhnya korban jiwa ini. "Di kawasan yang ada efek bencana kabut asap itu, anak-anak lebih rentan," katanya.
Advertisement
Ahli kesehatan paru-paru dokter M Yahya menjelaskan ketika anak mendapatkan serangan dengan kapasitas kecil dan intensitasnya rendah, maka akan merangsang daya tahan tubuhnya, namun berbeda dengan yang terjadi saat ini dengan skala besar dan masif.
"Tentu akan membuat guncangan keseimbangan dalam saluran pernapasan," ujar dokter yang merupakan anggota Ikatan Dokter Indonesi (IDI) pada Departemen Bidang Pembinaan Anggota dan Organisasi tersebut.
Dalam asap ada beberapa zat berbahaya seperti silica, oksida besi, alumina dan timbal (partikel). Zat berbahaya dalam bentuk gas karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan hidrokarbon dengan berbagai ukuran dari 10 miligram hingga di bawah 0,5 miligram.
"Semakin kecil semakin berbahaya karena bisa masuk menembus pembuluh darah dan mengendap di manapun dalam tubuh. Kalau di kepala bisa timbul alzheimer atau parkinson, di ginjal akan gagal ginjal, di paru akan kanker paru dan di jantung akan menyebabkan jantung koroner," ujarnya.
Yahya menyarankan pada pemerintah untuk melakukan evakuasi pada pihak yang rawan terdampak seperti anak-anak, ibu hamil, dan orang tua terutama dari kalangan menengah ke bawah. Imbauan untuk tidak beraktivitas di luar rumah dinilai kurang efektif.
Dampak Terpapar Asap
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, menegaskan kabut asap dapat mengganggu kesehatan semua orang baik yang dalam kondisi sehat maupun sakit.
Individu dengan kondisi kesehatan tertentu menjadi lebih mudah mengalami gangguan kesehatan akibat kabut asap dibandingkan orang lain, khususnya mereka yang memiliki gangguan paru dan jantung, lansia, dan anak-anak.
Efek samping kabut asap akibat kebakaran hutan ini bisa berdampak langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan. Dampak langsungnya bisa menyebabkan infeksi paru dan saluran napas, iritasi pada mata dan kulit, serta memperburuk gangguan kesehatan seperti asma dan penyakit kronis lain.
1. Infeksi paru dan saluran napas.
Kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal atau setempat pada selaput lendir di hidung, mulut, dan tenggorokan. Selain itu juga menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan infeksi. Kemudian mulai ISPA, dan bila berat bisa sampai ke pneumonia.
Karena kabut asap, kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi juga berkurang, sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi. ISPA jadi lebih mudah terjadi, utamanya karena ketidakseimbangan daya tahan tubuh, pola bakteri/virus penyebab penyakit dan buruknya lingkungan.
2. Mata dan kulit
Gangguan iritasi juga dapat terjadi di mata dan kulit yang langsung kontak dengan asap kebakaran hutan.
3. Memperburuk asma dan penyakit paru kronis
Dampak kabut asap dapat memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain karena asap akan masuk terhirup ke dalam paru. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas.
Berikut dampak tak langsung:
1. Bahan polutan di asap kebakaran hutan yang jatuh ke permukaan bumi juga mungkin dapat menjadi sumber polutan di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi.
2. Secara umum dapat memperburuk berbagai penyakit kronis di berbagai organ tubuh. Hal ini antara lain terjadi karena kabut asap menurunkan daya tahan tubuh dan juga menimbulkan stres.Â
Advertisement
Gunakan Masker yang Benar
Masker menjadi alat sangat penting di daerah yang terkena kabut asap seperti Sumatera dan Kalimantan. Beberapa zat berbahaya dalam asap seperti silica, oksida besi, alumina dan timbal (partikel) harus ditangkal masuk ke dalam tubuh, salah satunya dengan menggunakan masker.
Masalahnya, masker medis yang umum dibagikan para warga tidak sesuai dengan kondisi udara yang tercemar asap. Masker tipis yang selama ini dibagi-bagikan dinas kesehatan tidak sesuai dengan kondisi udara yang tercemar asap, apalagi levelnya sudah berbahaya.
"Sudah saatnya pemerintah memberikan contoh yang benar, stop lakukan pembodohan," kata pakar kesehatan dr Mardiansyah Kusuma, Sp.Ok.
Dokter spesialis okupasi itu mengatakan bahwa masker tipis yang selama ini dibagikan pemerintah melalui dinas kesehatan setempat ketika kabut asap terjadi merupakan masker standar untuk bedah. Masker itu digunakan untuk menangkal cipratan darah, liur, maupun bakteri dari pasien.
Lantas masker seperti apakah yang sebaiknya digunakan dalam kondisi ini? "Asap masih bisa masuk dari sela-sela masker, yang ideal adalah masker jenis N95 yang mencengkeram erat seluruh sela-sela hidung dan mulut," katanya.
Dia mengatakan, bencana asap bukan seperti tsunami dan gunung meletus yang langsung membinasakan orang, tapi akumulasi dari paparan asap berbahaya ini secara akumulasi akan meningkatkan risiko kanker pada 10-20 tahun ke depan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Andra Sjafril mengatakan, pihaknya sejak lama berupaya meminta bantuan masker jenis N95 kepada Kementerian Kesehatan. "Kita terus minta, tapi kita tidak pernah dapat," ujarnya.
Dinas Kesehatan Riau telah mengirim surat permohonan bantuan masker sebanyak 300.000 melalui Pusat Penanggulangan Krisis Direktorat Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). "Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 persen adalah permintaan untuk masker N95, cenderung untuk pencegahan penyakit menular," kata Andra.