Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi meminta pemerintah melaksanakan rekomendasi yang disampaikan lembaganya terkait delik korupsi yang masuk dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KPK meminta delik korupsi tidak masuk KUHP.
Menurut Johan, percuma saja selama ini lembaganya dilibatkan dan dimintai masukan jika pada akhirnya pemerintah tetap memasukkan delik korupsi dalam revisi KUHP.
"Jangan sekadar KPK ini dimintai pendapat doang tapi pendapatnya enggak dimenangkan. Itu yang menurut saya menjadi useless," ujar Johan Budi di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu 16 September 2015.
Advertisement
Jika delik korupsi yang selama ini merupakan lex specialis bagi KPK menjadi tindak pidana umum, maka hal ini juga akan memengaruhi penanganan perkara di Kejaksaan Pidana Khusus. "Yang delik tadi juga jadi persoalan di Kejaksaan," kata Johan.
Untuk itu, Johan meminta rekomendasi lembaganya diperhatikan pemerintah, sehingga revisi yang akan dibahas di DPR tersebut tidak dianggap melemahkan KPK.
"Saat ini masih dikaji oleh biro hukum dengan draft RUU yang baru. Nanti kita akan memberikan daftar isian masalah. Kemudian, bagaimana berkaitan dengan kewenangan KPK. jangan sampai kewenangan tereduksi oleh KUHP," pungkas Johan.
Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Eka Tjahjana menyambangi Gedung KPK pada Senin 14 September 2015. Dia membahas dengan pimpinan KPK soal masuknya delik korupsi ke dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Widodo juga mengaku telah menerima surat dari KPK yang meminta delik korupsi tidak masuk dalam RUU KUHP.
Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji sebelumnya mengatakan, dalam pemahaman secara akademik dan praktik, masuknya delik tipikor ke dalam KUHP akan mengurangi kewenangan KPK. Sebab, akan menjadi tindak pidana umum dan bukan lagi ranah KPK. (Mvi/Ans)