Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti tidak memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan alasan sibuk. Panggilan itu terkait pemeriksaan sebagai saksi dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang bertemu dengan bakal calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, tidak ada sejarahnya Sekjen DPR dipanggil MKD. Sebab, Undang-Undang (UU) hanya mengatur Sekjen DPR bertanggungjawab kepada pimpinan dewan bukan ke MKD karena MKD bagian dari alat kelengkapan dewan (AKD).
"Di DPR tidak ada tradisi AKD memanggil Sekjen. Sekjen itu bertanggung jawab kepada pimpinan dewan karena ini UU-nya Sekjen bertanggung jawab pada pimpinan dewan. Dia mesti lapor ke pimpinan dewan," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menekankan, semua harus taat pada aturan. Bukan berarti melarang Sekjen untuk hadir menjadi saksi di MKD, namun dia ingin semua anggota dewan bisa memahami dan menjalankan aturan yang telah dibuat.
"Kita sebagai pembuat undang-undang harus taat pada prinsipil yang ada, tidak boleh digerakan oleh opini dan harus digerakkan aturan. Aturan lebih penting digerakan bukan opini. Saya pembuat UU MD3, saya penyusun kode etik dewan. Saya tahu kode etik dewan. Saya termasuk pemberi nama mahkamah kehormatan," papar dia.
Fahri berujar, dirinya tidak akan terbawa ikut dalam polemik ketidakhadiran Sekjen DPR yang dipanggil MKD. Dia kembali mengingatkan, semua anggota dewan harus melihat UU yang ada sebelum ikut berkomentar.
"Saya tidak akan melayani tekanan-tekanan opini. Aturan harus ditegakkan," tandas Fahri Hamzah. (Fiq/Mut)
Fahri Hamzah: Tak Ada Tradisi Mahkamah Dewan Panggil Sekjen DPR
Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti tidak memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan alasan sibuk.
Advertisement