Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengendus keberadaan organisasi kriminal terbesar dalam kasus kejahatan sibernetika bermodus Voice over IP (VoIP) atau teknologi percakapan suara jarak jauh melalui internet dari kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengatakan, ada alasan khusus organisasi kriminal terbesar di Jepang Yakuza mengepakkan sayap kejahatan ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Menurut dia, di negeri matahari tersebut, kegiatan Yakuza sudah dibekukan Undang-Undang Antiorganisasi Kriminal. Organisasi kriminal yang sudah ada sejak 1870 ini memanfaatkan negara-negara yang dianggap lemah penegakkan hukum sebagai basis kejahatannya.
"Yakuza itu geng di Jepang. Tapi di Jepang sendiri dia dijepit sama Undang-Undang Antigeng. Jadi mereka melebarkan sayap ke negara lain untuk mencuci uangnya. Perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia itu tidak mungkin tidak ada satu pun yang tidak diintimidasi atau dikoordinir mereka," jelas Krishna kepada Liputan6.com di ruangannya, Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis 17 September 2015 malam.
Selain penipuan cybernetika yang diungkap polisi sepanjang tahun ini, ada kemungkinan Yakuza memiliki bisnis 'gelap' lainnya yang bekerja sama organisasi kriminal lokal di Indonesia. Krishna mengatakan, kolaborasi antara organisasi kriminal internasional dengan lokal itu dilakukan agar tidak terjadi gesekan untuk memperebutkan lahan kekuasaan.
"Kalau di Jepang, dia bisa langsung beradu fisik dengan organisasi kriminal lainnya di sana karena itu memang daerah kekuasaan mereka. Tapi kalau di negara yang jauh, seperti Indonesia misalnya, lebih efektif jika mereka bekerja sama dengan mafia lokal. Karena tidak mungkin mereka kontak fisik di sini. Nanti ada pembagian hasilnya sendiri," terang Krishna.
Dia mengungkapkan bisnis yang menjadi spesialisasi Yakuza saat ini adalah perbudakan orang, perdagangan orang dan lebih banyak prostitusi lintas negara. "Spesialisasi kejahatan Yakuza di negara-negara kecil adalah di bisnis prostitusi, perbudakan orang dan perdagangan orang lintas batas negara," ungkap Krishna.
Mantan Police Planning Officer PBB itu memberi contoh kasus penipuan terhadap warga Taiwan-Tiongkok bermodus VoIP. Para pelaku merupakan korban perdagangan orang yang dipaksa melakukan penipuan. Modus perekrut mereka ialah menjanjikan pekerjaan, misalnya korban wanita dijanjikan bekerja sebagai penghibur di klub malam dan pria dijanjikan sebagai pegawai perusahaan.
"Sampai di sini, mereka dikurung di rumah besar. Paspor serta visa mereka ditahan oleh koodinator yang di sini. Bahkan mereka tidak boleh menggunakan handphone. Yang perempuan kadang dipekerjakan malam juga, tapi disuruh melakukan penipuan juga saat siang," tukas Krishna. (Bob/Ali)
Ini Alasan Yakuza Masuk Indonesia
Ini berkaitan dengan Undang-Undang Antiorganisasi Kriminal.
Advertisement