Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendapat undangan khusus untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekah, Arab Saudi. ‎Sebagai tamu undangan, semua biaya ditanggung Kerajaan Arab Saudi.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, pembiayaan ibadah haji yang diterima pimpinan DPR itu bisa saja termasuk dalam kategori gratifikasi.
"Sebagai pejabat negara segala pemberian ada aturannya. Tapi kita perlu ingatkan Setnov (Setya Novanto) akan kemungkinan gratifikasi," kata Hendri kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (21/9/2015).
Karena itu, Hendri meminta agar pimpinan DPR tidak lagi membuat ulah. Apalagi, belakangan mereka melakukan kunjungan ke luar negeri. Terakhir, kasus ke Amerika Serikat dan bertemu bakal calon presiden AS Donald Trump belum juga tuntas.
Hendri pun mengingatkan, tugas sebagai anggota dewan masih banyak dalam proses legislasi. "Pekerjaan rumah masih banyak, menurut hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI), tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja DPR hanya 20-an persen. Sebaiknya segera diperbaiki," tutur dia.
"Pekerjaan rumah untuk menyelesaikan undang-undang masih sangat banyak juga," tambah Hendri.
Dalam Pasal 12B Ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001, dijelaskan tentang gratifikasi yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. (Sun/Rmn)
Pengamat: Pembiayaan Naik Haji Ketua DPR Bisa Masuk Gratifikasi
Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan.
Advertisement