Sukses

Menunggu Kabar dari Mina

Jumlah korban meninggal maupun luka atau hilang hingga kini belum tetap, karena masih dalam proses pendataan pihak pemerintah Arab Saudi.

Liputan6.com, Jakarta - "Tadi siang telepon papah, sehat. Mamah belum tahu infonya. Lalu kemudian telepon putus," tutur Ekha, mengawali cerita orangtuanya pasca-tragedi Mina, Arab Saudi 24 September 2015 lalu.
 
"Dihubungi enggak bisa lagi sekarang. Enggak tahu kondisi mamah kayak apa. Papah udah sehat, masih mikirin mamah ke mana," lanjut perempuan bernama lengkap Ekha Tyas Wulandari, dengan wajah linglung.

Sementara, lantunan surat Yasin masih berkumandang di kediaman Ekha yang beralamat di Komplek Bali Agung II, No 14 E, Kelurahan Parit Tokaya, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dari dalam rumah bercat putih, sejumlah ibu-ibu pengajian tampak khusyuk berdoa dan membaca ayat-ayat suci Alquran.

Doa itu ditujukan kepada kedua orangtua Ekha, yang dikabarkan menjadi korban tragedi Mina. Kedua orangtuanya berangkat ke Tanah Suci pada 6 September 2015 melalui embarkasi Batam, Kloter 14.

Ekha merupakan anak pertama pasangan Suparno-Dahlia. Perempuan 31 tahun itu terus-menerus menghubungi kedua orangtuanya di Tanah Suci. Namun sang bunda, hingga kini belum diketahui keberadaannya, pasca-tragedi Mina.

Menurut Ekha, Kementerian Agama Kota Pontianak sebelumnya telah menghubungi adiknya dan memberitahukan, ibunya berada dalam daftar luka tragedi Mina. Sementara, sang ayah mengaku belum melihat kondisi istrinya.

Wakil Ketua RW 10 Komplek Bali Agung II H Nanang Setia Budi pun telah mendapat kabar tentang ibunda Ekha yang menjadi korban tragedi Mina dari Kemenag Kota Pontianak.

"Saya mewakili keluarga dan masyarakat di sini, dan wakil ketua RW. Ada warga kami ikut kena musibah tragedi Mina. Saya langsung menghubungi keluarga. Pak Haji Suparno sehat. Namun, istri beliau belum dapat info jelas. Masih dicari data-datanya. Pihak Kemenag masih kontak, mungkin ini agar tidak simpang siur," ujar Nanang.

Menurut dia, hingga saat ini pihaknya bersama keluarga Suparno masih menunggu informasi dari Kemenag Kota Pontianak. "Baru itu aja, ayahnya sehat, istrinya belum tahu keberadaan. Ya, memang berada di situ," pungkas Nanang.

Tak hanya Ekha yang menunggu kepastian kabar dari Arab Saudi tentunya. Keluarga jemaah haji lainnya juga tentu mengalami hal sama. Seperti dialami keluarga jemaah asal Selaman, Yogyakarta bernama Ardani.

Jemaah pensiunan TNI AU berumur 75 tahun ini menurut keluarganya telah meninggal dunia akibat tragedi Mina. Namun, rilis dari pemerintah Arab Saudi melalui Kementerian Agama, nama Ardani tidak tercantum sebagai korban meninggal atau pun luka.

"Kita baru tahu meninggalnya pas pukul 00.00 malam. Sore itu sudah ada kabar tapi belum meninggal," ujar Hapsoro, keponakan Ardani di rumah duka, Sleman, Yogyakarta, Jumat 25 September 2015.

Hapsoro mengatakan, Ardani yang merupakan pensiunan TNI AU berpangkat Letkol, menggunakan kursi roda menjelang lontar jumrah. Saat itu Ardani akan melontar jumrah, namun tiba-tiba jemaah yang berada di depan balik arah dan menuju Ardani.

Akibatnya, lanjut Hapsoro, Ardani terjatuh dan terinjak-injak. Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit di Mina dan diketahui meninggal saat di rumah sakit.

"Kursi roda terdorong, terjatuh, dan terinjak-injak. Baru mau lempar, itu masih di jalan. Jadi ceritanya ada yang jatuh di depan, tapi jemaah yang di depannya malah balik. Jadi papasan. Itu satu rombongan dari Sleman. Saya enggak kebayang, padahal pakai kursi roda," beber dia.

Ardani merupakan jemaah yang tergabung dalam Kloter 29 yang berangkat ke Tanah Suci pada 30 Agustus 2015. Sementara putranya, M Taufik, disebut-sebut selamat dalam tragedi Mina dan mengalami luka di bagian kaki.

"Awalnya, kabarnya pukul 16.00 itu waktu aman, jadi kita kembali. Begitu kejadian langsung dibawa ke rumah sakit. Lalu ada kabar lagi bahwa itu (meninggal). Informasinya tulang belakangnya patah," ujar Muhammad Wahidan Alwi, kerabat Ardani.

Samarnya kabar korban tragedi Mina hingga kini, juga menjadi kecemasan keluarga jemaah di belahan negara lain. Mereka ingin memastikan apakah anggota keluarganya menjadi korban atau tidak.

Seperti dialami 2 warga Pakistan, Yasin Munawar dan Yawar Ali Khan. Mereka merupakan ekspatriat asal Pakistan yang tinggal di Riyadh. Mengetahui ada anggota keluarganya yang hilang, mereka langsung berangkat ke Mina, Arab Saudi.   
Yasin mencari ke Mina untuk mencari adik perempuan dan iparnya. Setali tiga uang dengan Yasin, Yawar cemas karena saudara laki-lakinya sampai saat ini hilang dan belum ditemukan.

"Dia punya telepon genggam, tapi saya coba menghubunginya tidak tersambung. Ini terjadi sejak insiden itu," ucap Yasin seperti dikutip dari Arab News, Sabtu 26 September 2015.

"Kami tidak tahu harus berbuat apa, keluarga kami di Karachi sangat cemas. Saya ke Mina untuk mencari mereka, saya sudah ke rumah sakit dan pusat orang hilang, ini benar-benar mimpi buruk," sambung dia.

Sama seperti Yasin, Yawar merasakan ketakutan serupa. Pikiran kacau balau akibat nasib sang saudara masih begitu samar. "Pikiran berhenti bekerja. Saya sangat lelah karena stres dan hati yang bergejolak ini," lirih Yasin.

Kendala Keterlambatan

Dalam catatan resmi Kementerian Agama (Kemenag) ada 192 jemaah haji dari Kloter JKS 61 yang belum pulang ke tenda atau maktab. Dari jumlah tersebut, 55 di antaranya diduga hilang, namun sudah kembali 15 jemaah.

"Jumlah yang hilang 55 orang, kemudian tadi malam sudah ada yang datang ke hotel atau maktab. Di hotel ada sekitar 15-an jemaah," tutur Ketua Rombongan Kloter JKS 61, Aceng Iskandar saat ditemui Liputan6.com di Maktab 7, Mina Jadid, Sabtu 26 September 2015.

"Kita memang belum yakin 100 persen bahwa yang meninggal dunia. Tetapi dari siapa lagi kami harus menemukan informasi, keluarga di Tanah Air terus menanyakan," sambung Aceng.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendengar langsung keluhan jemaah haji Indonesia itu, terkait lambatnya informasi soal data jemaah wafat akibat tragedi Mina yang terjadi pada Kamis pagi 24 September lalu.

Keluhan itu datang saat Lukman mendatangi Kloter 61 Embarkasi Jakarta-Bekasi yang disebut-sebut paling banyak jemaah yang menjadi korban meninggal. Sebab rombangan melintasi Jalur 204, lokasi tragedi Mina.

Menurut Lukman, untuk memastikan jemaah benar-benar wafat perlu melalui mekanisme yang diatur sesuai regulasi tertentu. Sehingga tidak hanya berdasarkan kabar mulut atau kesaksian.

"Untuk menyatakan seseorang itu wafat, harus berdasarkan kesaksian yang bisa dipertanggung jawabkan. Tentu pertanggung jawaban secara medis bahwa seseorang itu memang betul-betul telah wafat," jelas Lukman saat berkunjung ke tenda Kloter JKS 61, di Maktab 7, Mina Jadid, Jumat 25 September 2015.

Adanya regulasi ketentuan bagaimana mempublikasikan seseorang yang telah dinyatakan wafat penyebab informasi terlambat. "Apalagi karena peristiwa yang tidak lazim, yang luar biasa, katakanlah musibah, bukan dalam kondisi wajar. Apalagi itu terjadi di negara lain (Arab Saudi)," tegas Lukman.

Menanggapi lambannya informasi, menurut Lukman, pemerintah RI harus yakin betul bahwa kesaksian yang menyatakan wafat itu harus dari pihak rumah sakit.

Dalam pertemuan itu Lukman pun memohon maaf terkait lambannya informasi mengenai tragedi Mina, karena ada mekanisme prosedur yang dilalui terlebih dahulu di Arab Saudi.

"Memang memakan waktu, tapi apa boleh buat ya harus ditempuh, karena memang itu cara yang bisa kita lakukan," tegas Lukman.

Menurut Lukman, pemerintah sangat berhati-hati menyampaikan informasi ke publik, terutama terkait jemaah haji yang wafat. Seseorang baru bisa dinyatakan wafat kalau pihak yang menyatakan itu benar-benar meyakini dan bisa dipertanggung jawabkan secara medis.

"Misalnya, seseorang menyatakan si fulan telah wafat di pangkuan saya atau di pelukan saya. Tapi jika yang bersangkutan tidak bisa menjelaskan tanda-tanda wafatnya seseorang, maka secara regulasi, secara ketentuan hukum, kesaksian seperti belum bisa digunakan," pungkas Lukman.

Lebih dari Sahid

Jumlah korban meninggal maupun luka atau hilang hingga kini belum tetap, karena masih dalam proses pendataan pihak pemerintah Arab Saudi.

Data resmi terakhir pada Sabtu 26 September 2015 malam tercatat, jumlah jemaah meninggal asal Indonesia 14 orang, 6 masih menjalani perawan di rumah sakit, dan 112 dinyatakan belum kembali ke maktab.

Atas peristiwa tesebut, Menteri Lukman menyatakan pihaknya masih mengecek keberadaan jemaah di lapangan. Bagi para keluarga korban, tak lupa Lukman menyampaikan belasungkawa dan mendoakan agar para korban diberi tempat yang mulia di sisi Allah SWT.

"Tentunya kita sebagai perwakilan pemerintah tidak berhenti sampai di sini. Kami terus melakukan penelusuran seluruh rumah sakit, akan kita updating data-datanya," ujar Lumnan saat berkunjung ke maktab jemaah haji di Mina, seperti dilaporankan wartawan Liputan6.com Wawan Isab Rubiyanto, Jumat 25 September 2015 malam.

"Atas nama pemerintah saya menyampaikan duka cita yang sangat mendalam, belasungkawa, tentu ikut mendoakan semoga khusnul khotimah. Mudah-mudahan yang terbaik dan saya sangat menyakini pada dasarnya kita akan berpulang dan yang berulang kemarin sesungguhnya berpulang dalam kondisi terbaik, berpulang di Tanah Suci dan pada saat sedang menjalankan ibadah haji. Menurut saya, itu lebih dari sahid. Jadi kita ikhlaskan mereka berpulang dalam kondisi yang baik," sambung Lukman.

Pemerintah, lanjut Lukman, tidak ingin menyalahkan siapapun atas peristiwa tragedi Mina. Dia menilai, kejadian ini adalah takdir yang harus dimaknai agar tidak terulang lagi pada pelaksanaan haji tahun depan.

Menurut dia, setiap umat Islam harus mengambil pelajaran atas tragedi Mina. Begitu juga pemerintah. Pemerintah akan mengevaluasi kasus tersebut dan akan diteruskan ke Pemerintah Arab Saudi agar tragedi serupa tidak terulang.

"Tentu nanti pada saatnya secara resmi Pemerintah Indonesia akan menyampaikan ke Pemerintah Saudi Arabia untuk bagaimana menyelesaikan persoalan seperti ini," pungkas Lukman. (Rmn/Ado)