Liputan6.com, Makassar - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif Abraham Samad dijadwalkan memenuhi kewajibannya wajib lapor ke Kejaksaan Negeri Makassar pada Senin besok. Wajib lapor pertama kali ini terkait perkara dugaan pemalsuan dokumen.
"Kamis kemarin jadwalnya, namun karena hari raya ya ditunda. Nanti Senin (28/9/2015) wajib lapor pertama kalinya dilakukan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Deddy Suwardi Surachman, usai menghadiri rapat koordinasi sinkronisasi aspirasi daerah yang digelar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Makassar, Sabtu 26 September kemarin.
Terkait rencana pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Makassar, Deddy mengatakan akan segera dilakukan. "Tentu kita akan segera limpahkan setelah melakukan gelar dakwaan dulu, yang rencananya kita lakukan 30 September 2015 nanti," pungkas Deddy.
Dalam perkara yang sama, penyidik Polda Sulselbar juga menjadwalkan pelimpahan tahap dua, yang menjadikan Feriyani Lim (FL) sebagai tersangka.
"Kalau tersangka FL perkaranya juga sudah berstatus P21 minggu lalu. Tinggal tahap dua, yang kita jadwalkan kemungkinan bulan depan (Oktober) kita lakukan pelimpahan tahap dua ke kejaksaan," ujar Kepala Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sulselbar, Kompol Gany Alamsyah, saat dihubungi Minggu (27/9/2015).
Pemalsuan Dokumen
Kasus yang menyeret Abraham Samad dan teman lamanya, Feriyani Lim, bermula dari laporan Ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri, Chairil Chaidar Said ke Bareskrim Polri. Namun, karena lokus atau lokasi perkaranya berada di Makassar, Bareskrim kemudian melimpahkan penanganan perkara ini ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat pada 29 Januari 2015.
Kasus ini menyeret Samad lantaran namanya tercantum dalam Kartu Keluarga (KK) yang dipakai Feriyani Lim, saat mengurus paspor di Makassar pada 2007. Dalam dokumen itu, tertera Samad sebagai kepala keluarga yang beralamat di Jalan Boulevard Rubi II Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen ini, meski Ditreskrimum Polda Sulselbar sama-sama menetapkan tersangka kepada Samad dan Feriyani Lim, namun penyidik memisahkan berkas keduanya (split), karena terdapat dua peranan berbeda dari masing-masing tersangka.
Feriyani Lim sendiri dalam perkara ini kemudian ditetapkan tersangka, karena diduga melakukan dugaan pidana pemalsuan dokumen, sekaligus menggunakan dokumen yang isinya dinilai tidak benar atau palsu. Dalam kasus ini, status tersangka baru diekspos pada 17 Februari 2015.
Dalam proses penyidikan Ditreskrimum Polda Sulselbar, ditemukan beberapa fakta. Yakni adanya perbedaan identitas orangtuanya dalam 2 dokumen yang digunakan dalam mengurus penerbitan paspor.
Bermula pada 22 dan 23 Februari 2007, ketika Feriyani Lim mengajukan permohonan pembuatan paspor ke Kantor Imigrasi Makasar, Sulawesi Selatan. Ia melampirkan beberapa dokumen dalam permohonan, di antaranya menggunakan Kartu Keluarga (KK) yang beralamat di Jalan Boulevard Ruby II, No 48, RT 003 RW 005, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar atas nama kepala keluarga Abraham Samad.
Namun, Feriyani Lim yang kemudian menggunakan alamat rumah itu tidak menulis Samad sebagai kepala keluarga dalam KK tersebut. Melainkan tertera sebagai kepala keluarga atas nama ayah Ngadiyanto dan ibu Hariyanti, sama seperti dalam keterangan ijazah SLTP yang dimilikinya, di mana ibunya bernama Hariyanti.
Sementara, penyidik menemukan bukti Feriyani terdaftar di alamat Apartemen Kusuma Chandra Tower III/22- K, RT 4/1, Senayan, Jakarta. Di mana kepala keluarga dengan nama ayah Ng Chiu Bwe, Ibu Lim Miaw Tian, sehingga terlihat perbedaan identitas orangtua tersangka Feriyani.
Penyidik kemudian memeriksa saksi-saksi, antara lain pelapor (Chaidar Said), Imigrasi, ketua RT, kelurahan, kecamatan, pihak kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Makassar. Dan akhirnya menetapkan Feriyani sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen pada 2 Februari 2015.
Tidak terima penetapan tersangkanya, Feriyani Lim lalu melaporkan Samad dan seorang rekannya bernama Sukriansyah Latief alias Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.
Selanjutnya, kepolisian menggelar perkara di Mapolda Sulselbar pada 9 Februari 2015. Alhasil, Samad ditetapkan sebagai tersangka, namun Uki tidak ditetapkan tersangka terkait peranannya menguruskan dokumen milik Samad yang digunakan Feriyani dalam pengurusan paspor.
Adapun penyidik menjerat Feriyani dan Samad dengan perkara pemalsuan dokumen atau tindak pidana administrasi kependudukan, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 ayat (1), (2) subsidair pasal 264 ayat (1), (2) lebih subsidair Pasal 266 ayat (1) (2) KUHP, dan atau Pasal 93 UU RI 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah UU 24/2013, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. (Rmn)
Advertisement